Beritasulsel.com – Sejumlah aktivis mendesak Kejaksaan Negeri atau Kejari Bulukumba menangkap dan mengadili oknum penyedia wesbite desa di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Karena diduga oknum penyedia website desa di Bulukumba telah melakukan penipuan dan pembodohan kepada beberapa Kepala Desa (Kades) di Bulukumba.
“Setiap desa wajib memiliki website/jaringan informasi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Namun dengan adanya UU tersebut, ada oknum penyedia website desa memanfaatkan moment ini untuk menipu dan membodohi para Kades yang belum mengerti website desa,” ungkap Sekjen Lidik Pro, Darwis, kepada beritasulselcom ditemui Selasa (5/7/22).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Oknum penyedia website menipu Kades dengan cara mereka menawarkan diri untuk membuatkan sang Kades website desa dengan biaya 20 – 30 juta bahkan sampai 60 juta rupiah per desa,” imbuh Darwis.
“Kades lalu membayar. Selanjutnya, penyedia memberikan website kepada Kades, namun website tersebut menggunakan nama domain yang tidak sesuai dengan peraturan kominfo sebagai pengelola domain.desa.id. Bahkan ada desa yang tidak diberikan website sama sekali padahal sudah membayar,” sambung Darwis.
“Untuk itu kami (Lidik Pro) berharap Kejaksaan menangkap dan mengadili para oknum penyedianya. Laporan kami masuk ke Kejari Bulukumba sejak tahun 2019, namun sampai saat ini Kejaksaan belum menindak penyedianya. Informasi yang kami dapat, oknum penyedia ini adalah orang ternama di Bulukumba, mungkin karena dasar ini sehingga Kejaksaan segan untuk menindaknya,” tandas Darwis.
Beberapa hari lalu Kepala Inspektorat Bulukumba, Taufik, memberikan pernyataan bahwa beberapa kepala desa di Bulukumba telah melakukan pengembalian dana desa karena terbukti ada penyimpangan anggaran pada pengadaan website desa.
Hal ini mendapat sorotan juga dari Sekjen Lidik Pro, Darwis, dia mengatakan bahwa kinerja Inspektorat seharusnya dievaluasi karena mengapa baru sekarang para kepala desa melakukan pengembalian.
Mengapa baru sekarang Inspektorat menemukan penyimpangan anggaran pada pengadaan website desa, padahal, kata Darwis, kasus ini bergulir sejak tahun 2019 lalu. Pemilihan kepala desa beberapa tahun lalu, mengapa Inspektorat tidak menemukan penyimpangan anggaran website desa ini pada tahun tahun itu.
“Apakah Inspektorat juga turut mencicipi uang ini sehingga mengeluarkan keterangan bebas temuan kepada kepala desa yang mau maju sebagai incumbent pada tahun itu?. Apapun alasannya, Inspektorat Bulukumba harus dievaluasi dan copot semua yang terlibat pada kasus website desa ini, dan yang memberikan keterangan bebas temuan kepada kepala desa yang ternyata ditemukan penyimpangan,” tutup Darwis.
Editor: Heri.