Beritasulsel.com – Tatanan kehidupan normal baru (new normal) di tengah pandemi Covid-19 jadi topik yang cukup ramai diperbincangkan.
Mengingat virus corona yang menyebar secara cepat ke seluruh belahan dunia, tak terkecuali di negeri kita Indonesia, sudah dapat dikategorikan sebagai bencana global.
Indonesia menjadi salah satu negara yang hendak melakukan skenario new normal atau normal baru. New normal adalah skenario untuk mempercepat penanganan Covid-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada prinsipnya, tatanan kehidupan normal baru (new normal) merupakan fase di mana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan dan publik diperbolehkan untuk kembali beraktivitas dengan sejumlah protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah sebelum ditemukannya vaksin.
Langkah ini dijalankan pemerintah untuk memulihkan produktivitas masyarakat agar perekonomian dapat kembali bergeliat setelah terpuruk.
WHO pun memberi persyaratan penerapan RT (Effective Reproduction Number) pada angka kecil atau sama dengan 1 bertahan dalam 14 hari. Nilai kita masih pada angka di atas 1 sehingga belum memenuhi syarat ini sebagai indikator dalam menerapkan ‘new normal’.
Adapun beberapa syarat penerapan ‘new normal’ menurut WHO, yakni:
1. Bukti yang menunjukkan bahwa transmisi Covid-19 dapat dikendalikan.
2. Kapasitas sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit tersedia untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengkarantina.
3. Risiko virus corona diminimalkan dalam pengaturan kerentanan tinggi, terutama di panti jompo, fasilitas kesehatan mental, dan orang-orang yang tinggal di tempat-tempat ramai.
4. Langkah-langkah pencegahan di tempat kerja ditetapkan – dengan jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, dan kebersihan pernapasan.
5. Risiko kasus impor dapat dikelola.
6. Masyarakat memiliki suara dan dilibatkan dalam kehidupan new normal.
Berbagai pendapat muncul dari masyarakat, tak terkecuali Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman.
Menurutnya, kita berupaya ke sana bersama seluruh Tim.
“Kita masih nilai RT (Kurva angka reproduksi) diatas 1 belum bersyarat. Resiko jika langsung diterapkan. Kita harusnya fokus program Duta Wisata Covid-19 dioptimalkan untuk sentralisasi Kasus Covid-19 ini,” ungkap Andi Sudirman Sulaiman, Jumat (29/5/2200).
“Pertama dengan melakukan karantina di Hotel yang telah ditetapkan kepada orang dalam pemantauan (ODP), orang tanpa gejala (OTG) sesuai protokol kesehatan. Data ada di Tim Gugus. Semua daerah seharusnya melakukan pengosongan wilayah dari warganya yang ODP ataupun OTG beredar di masyarakat. Semua tarik ke Hotel karantina,” jelasnya.
Selanjutnya Wagub Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan perlunya tes masif dan memperketat protokoler kesehatan.
“Kedua, masifkan pengetesan baik PCR maupun Rapid Test effective pada zona zona merah penyebaran terindikasi. Kemudian ketiga pengetatan protokoler kesehatan termasuk SOP setiap aktivitas warga. Terakhir, peningkatan kesadaran dan saling mengingatkan antar warga ketika melihat ada lengah dalam penggunaan protokoler kesehatan. Kita berharap banyak di kabupaten dan kota mensupply secara aktif ODP/OTG dan memastikan setiap hari kosong ODP/OTG di wilayahnya,” tegasnya.
Selain itu, diperlukan aksi mitigasi atau penanganan matang terkait langkah dan upaya pencegahannya dalam Covid-19.
Wagub pun memberi arahan bahwa jika daerah dan kota sudah dinyatakan kosong setiap hari ODP/OTG karena dievakuasi ke Hotel karantina, kita bisa lihat dan evaluasi penyebaran baru dan kembali lakukan pengosongan saat muncul kasus baru. Sehingga area penanganan dipusatkan di Hotel saja.
Jika telah berangsur turun penyebaran baru lakukan mitigasi menuju pelaksanaan New Normal. Secara bahasa, mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
“Mitigasi dilakukan mengingat pertimbangan kemungkinan worst case (kasus terburuk) ledakan positif terhadap resources dan fasilitas kesehatan yang dimiliki,” imbuhnya.
Serta memperhatikan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, maupun alat kesehatan.
“Mitigasi dilakukan oleh orang-orang kompeten dalam menyajikan setiap potensi yang bisa terjadi dan mitigasi solusinya seperti apa. Mulai sektor mana buka dulu. Dimulai paling top priority dengan evaluasi berkala, buka lagi second prioritity baru evaluasi lagi dan seterusnya. Tetapi kembali saya tegaskan Sulsel belum bersyarat saat ini untuk New Normal karena nilai RT masih di atas 1,” sambungnya.
“Mari Kita berupaya maksimal dan berdoa agar kita segera di angka itu. Sambil terus-menerus memantau keefektifan tindakan-tindakan ini dan respons publik. Pada akhirnya, perilaku kita masing-masing akan menentukan perilaku virus. Ini akan membutuhkan ketekunan dan kesabaran, tidak ada jalur cepat untuk kembali normal,” tambahnya. (RIS/BSS)