Beritasulsel.com – Ratusan ekor sapi mati mendadak di Desa Tamatto, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Peternak di Desa Tamatto atas nama Andi Sakka yang dhubungi mengatakan bahwa ada sekitar 400 ekor sapi yang mati mendadak di desa tersebut sejak tiga bulan terakhir yakni November 2023 hingga Januari 2024.
“Di Dusun Allu saja sebanyak 235 ekor, di Dusun Tamapalalo sekitar 200 ekor, hanya saja untuk di Dusun Tamapalalo baru 101 ekor yang sudah didata masih banyak yang belum didata. Bahkan ada satu pertenak di dusun itu 30 ekor sapinya mati semua. Rata rata yang kena atau yang mati, yang sudah divaksin,” ungkap Andi Sakka dihubungi, Minggu (4/2/2024).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Para peternak sapi yang ditemui di Dusun Allu membenarkan bahwa ada sekitar 200 ekor sapi yang mati mendadak di Dusun Allu.
“Ada sekitar 200 ekor yang mati pak. Saya 10 ekor yang kena, ada yang saya jual karena sudah sekarat dan ada yang mati sia sia. Itu yang kami jual, dibeli sama pedagang sudah bukan mi harganya, yang harga 10 juta dijual 1 atau 2 juta. Kalau tidak dijual, akan mati sia sia, jadi mumpun ada yang mau beli, saya jual saja,” ungkap Kasnan ditemui di salah satu rumah warga di Dusun Allu.
“Ciri cirinya, lemas, malas makan, muntah darah dan keluar darah ditelinga. Ada pernah kami buka pak yang sudah mati, kami belah perutnya dan saya lihat isi dalamnya itu pak mudah sekali hancur, kalau dipegang pegang itu parunya mudah sekali hancur, hatinya juga begitu pak,” pungkasnya.
Hal yang sama diucapkan oleh Erul, menurut dia, sapi milik orang tuanya atas nama Tato, sebanyak 5 ekor yang mati. Anehnya, kata Erul, pemerintah tidak ada yang peduli meski telah ia laporkan berkali kali melalui petugas kesehatan hewan Dinas Peternakan Bulukumba atas nama Muhipal.
“Sudah sering dilaporkan ke Dinas Peternakan melalui pak Muhipal tapi tidak ada perhatian. Awal mula kejadian pada bulan september hingga Januari 2024 tidak pernah ada dari pihak pemerintan yang turun tangan. Pak Muhipal hanya datang bila ditelpon bahwa ada sapi yang sakit, itu pun dia hanya datang menyuntik lalu pulang setelah dibayar Rp50 ribu per ekor. Pernah juga kejadian, dia (Muhipal) suntik hari ini, besoknya mati itu sapi,” terang Erul ditemui di tempat yang sama di Allu.
“Adapun petugas dari Dinas Kesehatan yang turun dan mengambil sampel sapi yang mati, itu pada bulan Februari 2024 setelah ribut di media sosial ada yang angkat di media barulah ada petugas yang turun. Andaikata itu cepat diatasi mungkin tidak sebanyak ini sapi yang mati,” pungkas Erul.
Muhipal yang dikonfirmasi terpisah melalui sambungan telpon, menampik hal itu. Dia mengatakan bahwa pihaknya tidak melakukan penanganan secara dini karena tidak ada laporan dari warga.
“Kami tidak lakukan itu pak karena tidak ada laporan dari warga, bagaimana kami petugas tahu kalau tidak ada laporan warga. Mereka melapor kalau sapinya sudah dikubur. Masyarakat di sana itu kadang dia potong sendiri sapinya kalu sudah parah jadi bagaimana kami tahu kalau dia potong sendiri,” terangnya.
Muhipal juga mengakui sering datang menyuntik sapi warga di Dusun Allu dan memungut Rp50 ribu per ekor, karena menurutnya, Dinas Peternakan tidak menyiapkan obat gratis sehingga dia beli sendiri obat yang akan disuntikkan ke sapi warga yang sakit.
“Tidak ada obat dari kantor jadi saya beli sendiri obatnya karena itu obat khusus, jadi warga pemilik sapi kasi saya ongkos pembeli bensin (Rp50 ribu),” pungkasnya. (***)