Wajo, Sulsel– Potensi perikanan di Kabupaten Wajo cukup menjanjikan. Selain ikan air tawar, juga peluang usaha tambak ini memberikan kontribusi sigifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Wajo, Ir. H. Nasfari, 14.000 hektar lahan tambak yang tersebar di enam kecamatan, cukup menjanjikan jika dikelola secara maksimal.
“Permasalahan tambak terletak pada bibit ikan, sejak 2016 Dinas Perikanan telah mempelajari sejumlah kelemahan terutama pada sisi penaburan benih ikan,” kata Ir Nasfari kepada Beritasulsel.com, Selasa, 21 September 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nasfari menguraikan dari hasil pengamatan dan pemantauan produktivitas tambak, kendala dominan dari sisi estimasi benih yang ditabur di tambak. Menurutnya, keliru estimasi berdampak pula pada produktivitas.
Dicontohkan, dulunya penambak ikan bandeng langsung menabur benih tanpa melakukan sistem penggelondongan. “Semestinya, benih dibuatkan tempat penyesuaian. Setelah dianggap cukup beradaptasi, baru dipindahkan ke tambak. Sehingga jika estimasinya kita tabur 5.000 benih, maka bisa hidup sampai 3.000 ekor ikan,” jelas Nasfari.
Selain metode membuatkan benih ikan tempat penyesuaian (sistem penggelondongan) juga perlu diperhatikan ketersediaan pakan dengan tambah input.
Nasfari mencontohkan, pakan roti, biscuit, juga ada bahan lain yang mudah didapatkan seperti dedak, kanji, molase, dan tepung ikan.
“Petambak kita setelah 30-40 tahun perlu ada terobosan bila ingin meningkatkan produktivitas. Mulai tahun 2017 sudah dilakukan terobosan baru dengan memetakan benih ikan, pakan dan penambahan input lainnya agar produktivitas meningkat,” jelas Nasfari, seraya mengatakan terus mengupayakan rule model tentang bagaimana membuat pakan ikan di Kecamatan Bola, Keera, Pitumpanua, dan Takkalalla, Penrang dan Sajoanging.
Selain masalah metode penambak ikan, yang jadi perhatian juga masalah geografis. Terutama sekali petambak sering merugi saat banjir. Sehingga, kata Nasfari perlu ada perhatian pada pematang yang kuat.
Beralih ke Udang Faname
Sementara itu, tambak-tambak yang produktivitas kurang, Dinas Perikanan Kabupaten Wajo, kini mengarahkan untuk beralih dari ikan bandeng ke udang faname. Nilai komoditasnya lebih menjanjikan.
Menurut H. Nasfari beberapa petani tambah di wilayah pesisir sudah mulai beralih ke udang faname, dan hasilnya cukup menggembirakan empat bulan saja petani bisa memperoleh laba Rp 30 juta sampai Rp. 35 juta perhektarnya.
“Saat ini lebih dari 2000 hektar tambak di Kecamatan Bola, Takkalla, Penrang Sajoanging, Keera dan Pitumpanua kini beralih ke budidaya udang
faname,” kata Nasfari.
Budidaya tambak udang faname ini yang bergeliat sejak tahun 2019 ini, kini didukung dengan inovasi alat panamerator, untuk membantu ekosistem di areal tambak yang lebih cocok dengan lingkungan udang faname, sehingga udang tidak banyak yang mati.
Inovasi yang terus dilakukan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Wajo, tidak lain karena potensi perikanan merupakan “komoditas kedua” setelah potensi pertanian. “Pendapat Domestik Regional Bruto (PDRB) kita dari sektor perikanan sebesar 13 persen, nomor dua setelah potensi pertanian,” kata Nasfari.
Potensi Ikan Air Tawar
Sementara potensi ikan air tawar, juga menjadi perhatian dengan budidaya bio flog (pemeliharaan ikan air tawar di kolam plastik). Masyarakat sudah ada yang mencoba.
Kondisi geografis dengan adanya bendungan gerak Danau Tempe dengan mempertahankan elevasi air level lima, berdampak pada pola tradisional seperti pembenihan ikan dengan cara tradisional “bungka toddo” tidak mendukung lagi.
Sehingga sangat baik jika budidaya dengan kolam plastik ini, dengan budidaya ikan Nila atau lele.
‘Di Kalimantan ada balai UPTD pusat untuk bagaimana pengembangan bioflog ini,” tandasnya, seraya menyebutkan inovasi lainnya tentang
bagaimana ikan sapu sapu nantinya akan diolah menjadi tepung ikan untuk pakan, dan pengembangan pupuk cair di mana bahan bakunya bersumber dari alam yang mudah di dapat seperti kotoran kambing, nenas dan molase (semacam gula aren).(prd)