Beritasulsel.com – Puluhan masyarakat dari Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, bergabung dengan beberapa pemuda menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Kabupaten Bulukumba, Senin siang (20/9/21).
Mereka menuntut agar DPRD dalam hal ini Komisi C membentuk tim khusus mengusut dugaan adanya mafia tanah yang bermain di Dusun Tanetang, Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba.
Karena, kata koordinator lapangan, warga Dusun Tanetang, Desa Bira atas nama Erik dengan kawan kawannya telah menggarap tanah di Dusun Tanetang sejak tahun 1974 hingga saat ini tahun 2021, namun tanah yang mereka garap kini telah terbit sertifikat namun atas nama orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anehnya, sertifikat tersebut berbeda dengan sertifikat tanah pada umumnya yakni tidak tercantum siapa pemilik tanah yang berada di sebelah barat, timur, selatan, dan utara. Untuk itu mereka minta agar DPRD mengusut tuntas kasus tersebut.
“Tolong DPRD usut tuntas kasus ini, segera panggil semua yang terlibat dan lakukan rapat dengar pendapat, jangan berikan ruang mafia tanah tumbuh subur di Bulukumba,” ungkap Al Wa’dil selaku korlap aksi.
Sementara itu, Erick dengan kawan kawan yang juga hadir pada aksi tersebut menuturkan bahwa tanah kebun di Dusun Tanetang telah digarap oleh kakeknya sejak tahun 1974 dan sejak saat itu membayar PBB hingga tahun ini 2021.
Dan pada tahun 2004, kata Erik, Bupati Bulukumba Andi Patabai Pabokori, mengeluarkan surat Keputusan tentang Penunjukan Penguasaan Tanah Negara di Dusun Tanetang, Desa Bira.
Dalam surat tersebut ada 13 nama yang tercantum sebagai warga yang resmi sebagai penggarap dan nama Habe berada pada urutan pertama yang menggarap seluas 11.000 M².
“Habe ini adalah bapak saya dan namanya paling atas dalam surat keputusan bupati itu. Habe diketahui sebagai penggarap resmi pada lokasi tersebut dengan luas wilayah garapannya adalah 11.000 M². Namun seiring berjalannya waktu, tiba tiba seseorang menancapkan papan bicara pada lokasi yang saya garap itu,” beber Erik
“Dalam papan bicara itu tertulis ‘tanah ini milik Baho Tubeng SHM No.407TAP Luas 8750 M². 2001 SPPT No.73.02.030.001.008.02740’. Nama Baho Tubeng ini tidak ada dalam daftar penggarap sesuai surat keputusan Bupati, tapi tiba tiba datang menancapkan papan bicara ke lokasi saya lengkap dengan nomor sertifikatnya dan dalam sertifikat itu tidak ada batas batas wilayahnya,” imbuh Erik.
“Untuk itu saya minta agar ini diusut tuntas. Karena saya tidak terima lokasi yang sudah berpuluh puluh tahun saya garap tiba tiba ada seseorang yang terbitkan sertifikat berarti ada mafia tanah yang bermain di sini,” pungkas dia.
Sementara itu salah seorang anggota dewan yang menerima aspirasi itu mengatakan akan segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan akan memanggil semua pihak yang terlibat agar permasalahan tersebut menemui titik terang.
Laporan: Heri
Editor: Heri.