Wajo, Sulsel- Kontestasi pada setiap perhelatan Pemilu/Pemilihan di tanah air masih kerapkali diwarnai dengan black-campaign (kampanye hitam), terutama menyangkut isu SARA.
Hal itu disampaikan Dr. Andi Bau Mallarangeng, SH, MH, saat menjadi pemateri pada kegiatan
Proses pembekalan kader DP3 yang berlangsung mulai dari 22–24 November 2021, di Baruga La Salewangeng, Desa Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, yang dihadiri Ketua KPU Wajo, Haedar, S.Pdi, Divisi Teknis KPU Wajo, Mursyidin, Divisi Sosialisasi, Zainal Arifin, Divisi Hukum, Iin Fitriani, dan Anggota KPU Wajo periode 2014-2018 Patauntung sebagai moderator.
Isu SARA sering dimunculkan pada masa kampanye. Namun perlu dicermati, kata Andi Bau Mallarangeng, isu sara ini dapat ditangkal dengan menghidupkan kearifan lokal, misalnya bagaimana tetap memelihara toleransi akan setiap perbedaan, baik pandangan politik maupun soal suku, agama dan ras.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sudah menjadi rahasia umum, kadangkala selepas perhelatan Pemilu/Pemilihan, ada tetangga yang putus silaturahmi, bahkan ada saudara yang putus silaturahimnya, sungguh dampak ketidakdewasaan kontestasi politik harus diikuti dengan dengan pemahaman bahwa politik itu hanya ruang untuk melegitimasi pemimpin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Doktor dengan disertasi yang mengangkat kearifan lokal demokrasi leluhur Tana’ Wajo, yang sudah ratusan tahun diakui oleh publik internasional.
Bau Mallarangeng mengingatkan kepada peserta pembekalan kader DP3, kiranya menjadi duta demokrasi, memberikan pencerahan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara yang baik.
“Yang lebih penting dalam setiap perhelatan Pemilu, menempatkan makna sadar hukum dengan taat hukum secara proporsional, sadar hukum itu adalah senantiasa taat pada hukum dan mematuhinya, sementara taat hukum bisa karena terpaksa, bukan karena dorongan dari sadar hukum,” kata Bau Mallarangeng.
Dosen LLDIKTI Wilayah IX Sulawesi ini, mencontohkan, misalnya saat menerobos lampu merah karena tidak ada petugas, dan taat hukum saat ada petugas. “Tapi kalau sadar hukum, maka itu dorongan dari dalam untuk senantiasa taat pada hukum,” pungkas Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum dan Demokrasi (Lem-Demokrasi) ini.(prd)