H. Nurman menjelaskan bahwa dirinya menjadi korban dugaan penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan oleh dua orang rekannya berinisial SY dan AAL pada tahun 2018 lalu.
Kedua orang tersebut meminta uang sebesar Rp170 juta kepada H. Nurman dengan janji akan memberikan proyek irigasi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).
Selain uang tunai, SY dan AAL juga meminta mobil truk milik H. Nurman yang saat itu sedang rusak untuk dibawa ke Makassar dengan alasan akan diperbaiki oleh mekanik andal. Namun, mobil tersebut tidak dikembalikan hingga kini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Proyek yang dijanjikan tidak ada, dan mobil truk saya mereka bawa sampai saat ini tidak dikembalikan. Jadi kerugian saya totalnya sekitar Rp320 juta, terdiri dari uang tunai Rp170 juta dan nilai truk yang berkisar Rp150 juta,” jelasnya.
Proses yang Berlarut-larut
Merasa menjadi korban, H. Nurman kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polres Bulukumba dan ditangani oleh penyidik Unit Pidum, yakni Supriadi, Payyas, dan Zaenal.
“Dalam penyelidikan, saya bersama penyidik Supriadi dan Payyas pergi ke Kabupaten Mamuju untuk memeriksa keberadaan proyek yang dijanjikan. Hasilnya, terbukti bahwa proyek itu tidak pernah ada. Penyidik pun yakin bahwa saya telah ditipu,” ujarnya.
Penyidik kemudian melayangkan surat panggilan kepada AAL dan SY. Namun, AAL dan SY tidak mengindahkan panggilan tersebut meski telah dipanggil 3 kali.
Anehnya, kata H. Nurman, penyidik tidak mengambil langkah tegas, seperti jemput paksa. Sepertinya penyidik hanya membiarkan kasus ini berlarut larut.
“Pernah saya melihat truk saya berada di Kabupaten Jeneponto. Saya langsung menginformasikan kepada Pak Supriadi, tetapi beliau tidak mau bertindak dengan alasan belum memeriksa terlapor,” jelas H. Nurman.
Mandeknya Kasus Hingga 2025 dan Pernyataan Kanit Pidum
Lanjut ke halaman selanjutnya >>>>
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya