Telaah Skema Hukum Pemilu Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas KPU RI Versus Partai Prima

- Redaksi

Minggu, 5 Maret 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Illustrasi

Illustrasi

Pekan ini, heboh dengan narasi penundaan Pemilu 2024. Berawal dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu 2024.

Langkah partai Prima menempuh jalur hukum menggugat KPU RI atas perbuatan melawan hukum putusannya di ketok palu pada hari Kamis, 2 Maret 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Partai Prima memenangkan gugatan pada Pengadilan Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di mana gugatan diajukan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tapi ini belum selesai tentunya, sebab masih ada upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi, dan seterusnya Kasasi.

Perjalanan Partai Prima mencari keadilan terkait penegakan hukum Pemilu menarik untuk dicermati. Sebab,  pemangku kepentingan dan pemerhati penegakan hukum Pemilu,  menilai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu semestinya diputus dalam perspektif hukum kompetensi absolute pengadilan.

Dalam skema penegakan hukum Pemilu yang menyangkut sengketa proses pun hanya boleh diputus oleh Bawaslu dan jalur lainnya ada PTUN sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017.

Skema Hukum Pemilu pun hanya menyangkut  pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, sengketa proses,  sengketa hasil pemilu, dan pidana Pemilu.

Setelah langkah hukum di Bawaslu RI dan PTUN gugatan Partai Prima  tidak dapat diterima melalui putusan atau ketok palu, apakah bisa disebut Keputusan PN Jakarta Pusat telah mendegradasi putusan sebelumnya ?

Dan apakah skema penegakan hukum Pemilu sudah sesuai terkait kompetensi absolut pengadilan ?

Mari mengulas sesuai perspektif hukum Pemilu.Tentu saja kenapa berbeda putusannya, mari kita telaah objek gugatan :

A. (Materi Gugatan Berita Acara Hasil Verifikasi Administrasi Persyaratan Partai Politik dalam Peserta Pemilu)

Permohonan diajukan di Bawaslu RI pada tanggal 20 Oktober 2022 dengan objek sengketa berupa “Berita Acara Hasil Verifikasi Administrasi Persyaratan Partai Politik dalam Peserta Pemilu”. Permohonan sengketa pemilu tersebut yang diajukan Partai Prima kepada Bawaslu, oleh Bawaslu ditolak melalui putusan Bawaslu.

B.  (Materi Gugatan Berita Acara Hasil Verifikasi Administrasi)

Partai Prima  mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada tanggal 30 November 2022 terkait berita acara hasil verifikasi administrasi. PTUN Jakarta mengeluarkan ketetapan dismissal terkait gugatan itu  yang pada pokoknya menyatakan PTUN Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tersebut.

(Kali ini objeknya masih berita acara) sementara menurut ketentuan UU Pemilu yang dapat disengketakan itu kalau sudah terbit keputusan KPU yang bersifat final dan mengikat tentang penetapan partai politik peserta pemilu 2024 yang diterbitkan KPU pada 14 Desember 2022).

C. (Materi Gugatan terkait keputusan KPU soal hasil verifikasi administrasi Parpol Peserta Pemilu)

Partai Prima  mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta terkait keputusan KPU soal hasil verifikasi administrasi parpol peserta pemilu. Kemudian lagi tidak dapat diterima oleh PTUN Jakarta.  Gugatan sengketa proses pemilu ke PTUN Jakarta tersebut  kemudian diputus oleh PTUN Jakarta pada 26 Desember 2022, terhadap perkara tersebut PTUN menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menyatakan gugatan penggugat tidak diterima.

D. (Materi Gugatan Perbuatan Melawan Hukum) — diluar dari rumpun hukum-hukum Pemilu.

Partai Prima kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hingga akhirnya KPU diputuskan melakukan perbuatan melawan hukum yang pada pokok putusannya sebagai berikut :

Dalam Eksepsi

Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);

Dalam Pokok Perkara

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah)

Perlu dipahami, bahwa Hukum Pemilu
mengatur tentang sengketa proses Pemilu (Ditangani oleh Bawaslu), Administrasi oleh Bawaslu dan PTUN,  Pidana Pemilu (Sentra Gakumdu -Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan-), Pelanggaran Kode etik oleh DKPP dan Sengketa Hasil Pemilu (Mahkamah Konstitusi).

Perjalanan partai Prima yang melayangkan “Gugatan Perbuatan Melawan Hukum” ke KPU RI, kemudian dimenangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah suatu fakta putusan penegakan hukum Pemilu yang terbilang ‘debatable’ dari Skema penegakan hukum Pemilu.

Tapi negara ini adalah negara hukum. Semua pihak harus taat hukum. Siapa saja boleh mencari keadilan, dan Partai Prima telah mendapatkan itu dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk pengadilan tingkat pertama melalui gugatan “Perbuatan Melawan Hukum”.

Jika materi gugatannya adalah “Perbuatan Melawan Hukum” hal mana menjadi  kompetensi Pengadilan Negeri untuk memutus perkara tersebut. Demikian kira-kira penafsiran sehingga kasus ini berproses di Pengadilan Jakarta Pusat hingga melahirkan putusan yang mengejutkan banyak pihak.

KPU pun tentu akan berjuang untuk melawan balik, melalui langkah dan upaya hukum selanjutnya. Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari menyatakan banding atas putusan Pengadilan Jakarta Pusat tersebut, sehingga status putusan Pengadilan Negeri Jakarta belum final dan mengikat.

Akar serabut masalah ini adalah soal memenuhi syarat (MS) atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam Verifikasi Partai Politik peserta Pemilu 2024.

Selain materi gugatan atau objek gugatan yang telah selesai diputus di tingkat Bawaslu dan di PTUN, kompetensi absolut pengadilan yang berhak mengadili dipertanyakan jika kemudian materi gugatannya adalah Perbuatan Melawan Hukum. Menjadi pertanyaan, apakah sumber dokumen yang diperiksa oleh Bawaslu, PTUN, dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berbeda? Sehingga putusannya pun berbeda.

Pada titik upaya Partai Prima menemukan celah hukum untuk mengajukan gugatan yakni Perbuatan Melawan Hukum yang dialamatkan ke KPU RI, di mana Partai Prima merasa sangat dirugikan hak konstitusionalnya setelah diputuskan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai peserta Pemilu 2024.

Banyak yang berpandangan, jika Putusan Pengadilan Jakarta pusat telah mengganggu stabilisasi politik terutama pemangku kepentingan, bahkan putusan tersebut dinilai melanggar konstitusi UUD 1945, karena tidak dilaksanakannya sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari.

Kendati demikian, KPU RI tetap akan melaksanakan seluruh tahapan Pemilu 2024 berdasarkan undang-undang dan konstitusi UUD 1945 karena putusan Pengadilan Jakarta Pusat itu belum final dan mengikat setelah KPU menyatakan banding atas putusan tersebut.

Memang, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Yang pasti, putusan itu belum final dan mengikat. Kita tunggu langkah hukum KPU RI melakukan perlawanan atas putusan tersebut dan bagaimana sikap peradilan lebih tinggi menyikapi permasalah tersebut?(***)

–  Patauntung (Pimred Beritasulsel.com)

Berita Terkait

Pilkada Bantaeng 2024, Memilih Pakai Rasio atau Pakai Rasa? Tentukan Pilihanmu!
Stop Kekerasan pada Jurnalis! Pers Indonesia adalah Representasi Kedaulatan Rakyat  
Pemimpin Pembelajar
Pemimpin Pemberani
Ketua KNPI Sulsel, Kanita Kahfi: Hanya Perempuan Yang Bisa!
Saya Bangga Jadi Wartawan
Tolak RUU Penyiaran: Menjaga Kebebasan Pers dan Hak Publik atas Informasi
Miskinkan Koruptor: Solusi Efektif Menghentikan Korupsi

Berita Terkait

Selasa, 10 September 2024 - 00:38

Pilkada Bantaeng 2024, Memilih Pakai Rasio atau Pakai Rasa? Tentukan Pilihanmu!

Kamis, 5 September 2024 - 16:00

Stop Kekerasan pada Jurnalis! Pers Indonesia adalah Representasi Kedaulatan Rakyat  

Minggu, 18 Agustus 2024 - 14:43

Pemimpin Pembelajar

Senin, 12 Agustus 2024 - 08:49

Pemimpin Pemberani

Rabu, 7 Agustus 2024 - 16:50

Ketua KNPI Sulsel, Kanita Kahfi: Hanya Perempuan Yang Bisa!

Berita Terbaru