Tolak RUU Penyiaran: Menjaga Kebebasan Pers dan Hak Publik atas Informasi

- Redaksi

Selasa, 28 Mei 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Heri Siswanto

Heri Siswanto

Beritasulsel.com – Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang digodok oleh DPR RI adalah langkah mundur yang berpotensi membungkam kebebasan pers dan melemahkan hak publik atas informasi yang dijamin oleh konstitusi.

RUU Penyiaran ini tidak hanya mengancam kerja-kerja para jurnalis, tetapi juga mengancam proses penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, kita harus menolak RUU tersebut demi menjaga integritas pers dan demokrasi di Indonesia.

RUU Penyiaran secara langsung menyasar kebebasan pers. Salah satu pasal yang kontroversial adalah Pasal 50B ayat (2), yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Larangan ini mengancam kebebasan pers untuk mengungkap fakta-fakta penting dan melakukan investigasi mendalam yang sering kali diperlukan dalam mengungkap kasus-kasus korupsi dan pelanggaran lainnya. Ketika akses jurnalis untuk melakukan investigasi terbatas, masyarakat kehilangan hak atas informasi yang transparan dan akurat.

Ketentuan dalam RUU Penyiaran ini sangat karet dan rentan digunakan untuk menjerat jurnalis. Pasal-pasal yang melarang konten berita yang dianggap mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme membuka celah bagi pemerintah untuk melakukan interpretasi yang subyektif. Kondisi ini berpotensi memperburuk situasi di mana jurnalis bisa dipidanakan atas liputan mereka, seperti yang telah terjadi dengan penggunaan UU ITE.

RUU Penyiaran juga menciptakan tumpang tindih kewenangan antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers. Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat (2) memberikan KPI wewenang untuk menangani sengketa pers, yang selama ini dikelola dengan baik oleh Dewan Pers.

Tumpang tindih ini tidak hanya membingungkan, tetapi juga melemahkan peran Dewan Pers yang telah terbukti mampu menangani sengketa pers secara independen dan profesional. Selain itu, Pasal 51 huruf E mengatur bahwa keputusan KPI terkait hasil sengketa dapat diajukan ke pengadilan, yang berpotensi memperpanjang dan memperumit proses penyelesaian sengketa.

RUU ini juga membatasi kewenangan KPI dalam mengatur tata kelola penyiaran dengan mewajibkan konsultasi dengan DPR. Ketentuan ini rawan digunakan oleh anggota DPR untuk mengintervensi independensi KPI, yang seharusnya berfungsi tanpa campur tangan politik. Hal ini bisa mengakibatkan pengawasan penyiaran yang tidak objektif dan berpihak.

Kebebasan pers sangat penting dalam sistem demokrasi dan penegakan hukum. Karya jurnalistik berperan sebagai whistleblower, yang mengungkap informasi penting bagi publik dan membantu menjaga akuntabilitas pemerintah serta institusi lainnya.

Jika kebebasan pers dilucuti, peran jurnalis dalam mengungkap informasi krusial akan tertutup, mengurangi transparansi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.

RUU Penyiaran ini justru membuat mundur kualitas jurnalisme di Indonesia. Semangat terbitnya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers patut dijadikan acuan karena menjamin kebebasan pers dengan menghapus penyensoran dan pembredelan. RUU Penyiaran yang sedang berproses ini justru bertentangan dengan semangat tersebut dan layak untuk ditolak.

Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan ancaman serius bagi kebebasan pers dan hak publik atas informasi. Ketentuan yang karet, tumpang tindih kewenangan, dan potensi intervensi politik semuanya mengarah pada pembatasan kebebasan berekspresi dan melemahkan peran media sebagai pengawas kekuasaan. Penolakan terhadap RUU ini adalah langkah yang harus diambil untuk melindungi prinsip-prinsip demokrasi dan memastikan bahwa pers tetap bebas dan independen. (***)

Penulis : Heri Siswanto

Editor : Heri Siswanto

Berita Terkait

Pilkada Bantaeng 2024, Memilih Pakai Rasio atau Pakai Rasa? Tentukan Pilihanmu!
Stop Kekerasan pada Jurnalis! Pers Indonesia adalah Representasi Kedaulatan Rakyat  
Pemimpin Pembelajar
Pemimpin Pemberani
Ketua KNPI Sulsel, Kanita Kahfi: Hanya Perempuan Yang Bisa!
Saya Bangga Jadi Wartawan
Miskinkan Koruptor: Solusi Efektif Menghentikan Korupsi
Harga Keringat Guru

Berita Terkait

Selasa, 10 September 2024 - 00:38

Pilkada Bantaeng 2024, Memilih Pakai Rasio atau Pakai Rasa? Tentukan Pilihanmu!

Kamis, 5 September 2024 - 16:00

Stop Kekerasan pada Jurnalis! Pers Indonesia adalah Representasi Kedaulatan Rakyat  

Minggu, 18 Agustus 2024 - 14:43

Pemimpin Pembelajar

Senin, 12 Agustus 2024 - 08:49

Pemimpin Pemberani

Rabu, 7 Agustus 2024 - 16:50

Ketua KNPI Sulsel, Kanita Kahfi: Hanya Perempuan Yang Bisa!

Berita Terbaru