Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantaeng melalui beberapa media online, mengimbau kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tetap menjaga Netralitasnya di Pemilihan Serentak 2024.
Imbauan Netralitas ASN di Pemilihan Serentak 2024 tersebut, ditulis Humas KPU Bantaeng pada sebuah banner mini dan kemudian dibagikan ke publik melalui platform media sosial.
“Netralitas ASN, di masa tenang, biarkan suara hati menjadi penuntun utama,” tulis Humas KPU Bantaeng di banner mini tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KPU Bantaeng juga mengajak kepada semua wajib pilih agar menggunakan hak pilihnya di 27 Nopember 2024.
“Gunakan Hak Pilih ta’,” ajak KPU Bantaeng.
Mengapa ASN diharuskan netral di Pemilihan Umum?
Terdapat beberapa alasan yang mendasari kenapa ASN harus netral dalam Pemilu. Salah satunya adalah mencegah konflik kepentingan.
Netralitas ASN penting untuk memastikan tidak ada penggunaan fasilitas negara dalam upaya mendukung peserta Pemilu tertentu.
Alasan itu juga mendasari peraturan yang mewajibkan netralitas aparat negara lainnya di Pemilu, seperti anggota TNI POLRI, pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Berikut ini adalah Undang-Undang yang mengatur tentang Netralitas ASN beserta TNI POLRI:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
4. Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan.
5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kedudukan dan Peran TNI dalam Lembaga Pemerintahan Negara.
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan, bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Selain itu, ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Undang-Undang tersebut mengatur setidaknya 16 hal larangan untuk para ASN dalam pilihan politiknya, sebagai berikut:
1. Kampanye melalui media sosial.
2. Menghadiri deklarasi calon.
3. Ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye.
4. Ikut kampanye dengan atribut PNS.
5. kut kampanye dengan fasilitas negara.
6. Menghadiri acara partai politik.
7. Menghadiri penyerahan dukungan parpol ke pasangan calon.
8. Mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan.
9. Memberikan dukungan ke calon legislatif atau independen kepala daerah dengan memberikan KTP.
10. Mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai ASN.
11. Membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon.
12. Menjadi anggota atau pengurus parpol.
13. Mengerahkan PNS ikut kampanye.
14. Pendekatan ke Parpol terkait pencalonan dirinya dan orang lain.
15. Menjadi pembicara dalam acara Parpol.
16. Foto bersama paslon dengan simbol tangan atau gerakan sebagai bentuk keberpihakan.
Sanksi pelanggaran ASN yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas akan dijatuhi sanksi sebagaimana bunyi Undang-Undang.
Aparatur Sipil Negara yang melanggar prinsip netralitas dinilai melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.
Adapun jenis sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Sanksinya dibagi menjadi dua tingkatan, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat dengan rincian sebagai berikut:
Hukuman disiplin sedang:
1. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun.
2. Penundaan kenaikan pangkat selama 1tahun.
3. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Hukuman disiplin berat:
1. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun.
2. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah.
3. Pembebasan dari jabatan.
4. Pemberhentian dengan hormat tidakatas permintaan sendiri sebagai PNS.
(**T2A).