Konawe Utara, Sultra – Pembangunan smelter di Konawe Utara oleh PT. Tiran Mineral menuai polemik dari berbagai kalangan. Polemik itu diduga dari perebutan sumberdaya alam dan rivalitas bisnis.
Praktisi Tambang, Harnuddin Hamaa, ST mengungkapkan bahwa di dalam dunia pertambangan rivalitas bisnis adalah hal yang biasa terjadi. “Dunia tambang itu penuh intrik. Jadi jangan heran jika di suatu daerah, termasuk di Konawe Utara ini, rencana pembangunan smelter pasti mendapat rintangan dari pihak lain yang kenyamanan bisnisnya terganggu. Dan pihak yang paling banyak terganggu dengan pembangunan smelter itu adalah penambang-penambang ilegal yang dalam kurun waktu lama menikmati celah kebijakan dan lemahnya penindakan aparat,” tutur pria kelahiran bumi Anoa (Sultra) ini.
“Kelompok tambang ilegal ini jangan dikira kecil, mereka cukup kuat. Mereka sangat berani membekingi, menyediakan dana bagi pihak lain yang bisa mereka pakai untuk melancarkan upaya menghentikan pembangunan smelter. Jadi kalau ada yang gencar teriak tolak smelter, jangan buru-buru dikira pahlawan. Tanya dulu, teriakan anda dibiayai oleh penambang ilegal yang mana?,” ujarnya sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Arno (sapaan akrab Harnuddin), pembangunan smelter merupakan rangkaian kebijakan hilirisasi mineral logam yang sangat penting. Negara dan pemerintah daerah akan mendapatkan pemasukan yang lebih baik, serta membawa dampak ekonomi bagi masyakat sekitar. Praktisi tambang yang juga penggiat Suropati Syndicate ini berharap, pembangunan smelter di Konawe Utara bisa berjalan lancar.
“Jangan biarkan negara dan rakyat kalah oleh mafia tambang ilegal beserta jubir-jubirnya,” tutup Arno. (*)