Kasus Gratifikasi NA, Asdar Minta KPK Bekerja Profesional.

- Redaksi

Kamis, 8 April 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Beritasulsel.comMakassar. Lembaga anti rasuah KPK diminta bekerja profesional, bukan beropini, berasumsi, apalagi berandai-andai dalam penanganan kasus tangkap tangan yang melibatkan Gubernur SulSel nonaktif Prof Dr. Ir. HM. Nurdin Abdullah, M.Agr.

Hal ini dikatakan Penggiat NGO Sulsel, Asdar Akbar, melalui pesan WhatsApp, saat diminta keterangannya dan berharap agar KPK bekerja profesional, bukan beropini, berasumsi dan berandai-andai. Kamis (8/4/202).

Dalam menjawab pesan WhatsApp, Asdar Akbar mengatakan bahwa negara kita negara hukum.
“Saya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Kita juga sepakat mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. Bahkan bila perlu kita mendorong KPK agar menjadikan SulSel ini sebagai pilot project dugaan gratifikasi di pusaran Pemprov SulSel yang di hembuskan KPK melibatkan keluarga dan kerabat NA,” terang aktifis NGO SulSel ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Asdar Akbar
Asdar Akbar

“Saya berharap KPK memberikan edukasi penerapan hukum yang baik kepada masyarakat dengan menjunjung tinggi hukum, bukan beropini, berasumsi dan berandai-andai. Mohon maaf bila saya berpendapat berbeda dengan yang lainnya. Dasar berfikir kami adalah equality before the law (semua orang sama dimata hukum),” kata Asdar.

“Saya orang awam hukum, akan tetapi kita bisa belajar menganalisa kejadian. Apalagi negara kita negara hukum dan kita hidup di alam demokrasi dimana kebebasan berfikir dan berpendapat itu dijamin UU,” ujar Asdar.

Menurut kami, tindakan KPK menangkap NA adalah cacat prosedur. NA tidak masuk dalam ranah OTT. Yang OTT itu adalah SB, ER, AS. Kemudian, NA di bawa ke Jakarta tanpa surat perintah yang jelas. Dalam konteks ini, KPK tidak menjunjung asas equality before the law sehingga kami menilai hal ini bisa masuk di ranah pelanggaran HAM. Tentunya, ragam persepsi bermunculan seperti pendapat publik bahwa jika NA diambil tanpa surat resmi, maka KPK tabrak simbol negara.
“NA adalah pejabat negara dan rujab adalah rumah negara,” tegas Asdar.

Mari menjadikan hukum sebagai panglima. Menghormati asas-asas hukum. Kita semua sama dimata hukum. Kita tidak boleh menghukum seseorang dengan dendam, benci apalagi mempertontonkan sikap arogansi.

Bila kita pelajari kronologi penangkapan NA yang ramai diberitakan oleh media itu menimbulkan ragam persepsi. Banyak yang mengatakan kalau NA itu tidak masuk kategori OTT. Itupun kalau di bujuk menjadi saksi karena bawahannya, tentu harus disertai surat. Tanpa surat yang resmi berarti NA diambil secara paksa, padahal NA adalah pejabat negara dan diambil paksa dirumah jabatan negara. Dalam konteks ini berarti KPK melabrak simbol negara.

Mantan Jendlap Aksi Hak Angket DPRD Sulsel 2019 ini juga meragukan kebenaran terkait berita yang beredar bahwa bapak Presiden Jokowi memerintahkan tangkap Nurdin Abdullah.

“Iya saya meragukan hal itu. Pasalnya, Presiden sejatinya tidak boleh mengintervensi. KPK itu lembaga independen sehingga Presiden tidak boleh mengarahkan apalagi mengendalikan KPK. Inilah yang membuat masyarakat gaduh dan mengundang banyak pertanyaan,” ucap Asdar.

Setelah OTT, NA disangkakan dengan dugaan suap dan gratifikasi. KPK pun gencar melakukan pemeriksaan. Kita apresiasi itu. Namun, publik berharap jangan sekedar beropini dan pencitraan media.

“Hakekat korupsi itu kata Asdar bukan satu meja. Hakekat korupsi adalah dari hulu ke hilir. Bila benar NA terlibat pengaturan proyek, maka sejatinya semua yang terlibat harus dijadikan tersangka termasuk kadis PUTR, Kabiro UPL, PPKAD, Bappedalda dan DPRD dst. “Iya dong?, yang namanya pengaturan berarti semua terkondisikan. Jangan hanya NA dijadikan korban. Mereka yang makan nangka, NA yang kena getahnya,” tutur Asdar.

Selain itu, Asdar juga mempertanyakan dugaan keterlibatan keluarga, sahabat dan kroni-kroninya yang ramai disebut di beberapa media online. Menurutnya, semua harus jelas siapa keluarga yang terlibat?, Siapa kerabat yang ikut mengatur dan menikmati?.

KPK
KPK

“Ini kan harus jelas agar terang benderang. Bila benar KPK ingin tegakkan hukum maka penegakan hukum sejatinya tidak boleh menggunakan falsafah belah bambu, sebelah diinjak, sebelahnya lagi diangkat. Termasuk mantan ajudan SB harus dijadikan tersangka,” pungkasnya. (Izz/btg).

Berita Terkait

Warga Kelurahan Onto Bantaeng Geger, Ada Bayi Ditemukan Dalam Kondisi Sudah Tidak Bernyawa
4 Orang Pelaku Penganiayaan di Kawasan Pantai Seruni, Diamankan Tim Buser Satreskrim Polres Bantaeng
Narasumber di Bimtek BOSP Dinas Dikbud Bantaeng 2025, Kajari Satria Abdi SH MH Sampaikan Materi Pencegahan Korupsi
Professor Topo Santoso: Penegakan Hukum dan Sistem Peradilan di Indonesia, Jaksa adalah Master Of The Case
Rapat Kerja DPRD Bantaeng Tahun 2025, Sekwan Muh. Azwar SH: Kami Minta Kejaksaan Negeri Bantaeng Sebagai Narasumber
Oknum ASN Pegawai Rupbasan Makassar Ditangkap Edar Sabu di Sidrap
Jaksa Masuk Desa, KAJARI Bantaeng Satria Abdi: Saya Tugaskan Jaksa Bidang Perdata dan TUN bersama Jaksa Bidang Intelijen
Update Dugaan Korupsi Ceklok Disdik Sinjai: Polisi Kembali Periksa Bendahara Sekolah 

Berita Terkait

Sabtu, 22 Februari 2025 - 17:19

Warga Kelurahan Onto Bantaeng Geger, Ada Bayi Ditemukan Dalam Kondisi Sudah Tidak Bernyawa

Sabtu, 22 Februari 2025 - 16:34

4 Orang Pelaku Penganiayaan di Kawasan Pantai Seruni, Diamankan Tim Buser Satreskrim Polres Bantaeng

Sabtu, 22 Februari 2025 - 14:21

Narasumber di Bimtek BOSP Dinas Dikbud Bantaeng 2025, Kajari Satria Abdi SH MH Sampaikan Materi Pencegahan Korupsi

Jumat, 21 Februari 2025 - 12:51

Professor Topo Santoso: Penegakan Hukum dan Sistem Peradilan di Indonesia, Jaksa adalah Master Of The Case

Rabu, 19 Februari 2025 - 21:08

Rapat Kerja DPRD Bantaeng Tahun 2025, Sekwan Muh. Azwar SH: Kami Minta Kejaksaan Negeri Bantaeng Sebagai Narasumber

Berita Terbaru