Berita Sul-Sel Bone – Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdatul ulama (IPPNU) Kab. Bone menyelenggarakan dialog refleksi ulama.
Bertema di Kusuka Cafe, Jl.Merdeka Kab.Bone, Jumat (19/3/2019)pukul 20. 00 wita Dihadiri Puluhan Pemuda dari kalangan Pelajar, Aktivis, Akademisi dan LSM. Ditengah-tengah Forum,
Kegiatan ini dihadiri Ketua Umum Fatayat NU, Herman DP bersama keluarga
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Herman DP, selaku Ketua IPNU Bone mengatakan “kegiatan ini diselenggarakan agar kiranya kalangan pemuda, khususnya tingkatan pelajar dapat memahami Ulama, serta perannya di kerajaan Bone di masa lampau” ungkapnya.
Lanjut kata dia “selain itu kegiatan ini diharapkan mampu menjadi pemantik agar pemuda mampu terobsesi dalam mempelajari dan mengkaji sejarah” tutup Herman dihadapan peserta yang hadir
IPNU sadar, untuk menciptakan sebuah momentum menjelang Hari Jadi Bone ke 689, maka perlu adanya kegiatan besar Dengan menghadirkan Tokoh-tokoh Pemerhati Agamawan dan Budayawan untuk merefleksi eksistensi Ulama khususnya Ulama di Tanah Bone.
Dialog Refleksi Ulama Bone ini, mendatangkan dua Narasumber yakni Muslihin Sultan, sebagai dosen sekaligus kepala Pusat Pengembangan Bahasa P3M IAIN Bone, dan juga Rahmatunnair, yang sering mengkaji dan meneliti tentang sejarah kerajaan Bone di masa lampau.
“Petta Kalie berasal dari dua kata, yakni Petta yang artinya gelar, derajat, dan penghormatan. Sedangkan Kalie merupakan asal Bhs. Arab, yaitu Qadhi yang artinya Orang Alim (Ulama),
namun karena menjadi bahasa keseharian masyarakat, sehingga kata Qadhi berubah menjadi kata Kali. Sebuah gelar yang diberikan kepada seseorang yang ahli dalam ilmu Agama /Ulama. munculnya istilah Petta Kali (Ulama) adalah sebagai bentuk Islamisasi kerajaan Bone yang dipelopori oleh ulama Kerajaan Gowa Tallo, yakni Syekh Faqih Amrullah putra dari Syekh Muhsin dan I Mengkalingaan Sultan Abdullah” papar Muhlihin Sultan dalam materinya.
Lanjutnya, “petta kali memiliki tugas dalam struktur kerajaan. Selain bertugas juga mendampingi raja, petta kali juga memiliki peran penting dalam kerjaan seperti parewa sara (Pangadereng) yang menyempurnakan, penyempurnaan acara adat” tambahnya.
Sementara itu, Rahmatunnair menceritakan tentang sejarah pondok pesantren, serta kaitannya dengan Ulama. “Pondok pesantren merupakan istilah yang muncul di Indonesia, terinpirasi dari kata Padepokan, yang dimaknai sebagai tempat berdiam diri untuk belajar ilmu keagamaan ataupun ilmu lainnya” jelasnya
“Olehnya itu, Pondok pesantren merupakan central atau basis pengkaderan ulama, lebih dari itu, pondok pesantren juga menghasilkan Ulama yang di khususkan pada Pada Tatanan struktur kerajaan/pemerintahan yang diberi julukan petta kali” tandasnya.
Lanjutnya lagi, “inilah yang menyebabkan petta kali mendapatkan peran penting dalam kerajaan, karena didikannya memang dikhususkan untuk wilayah politik pemerintahan, agar terjadi keseimbangan antara sosial dan politiknya” tutup dosen IAIN Bone ini.
Dipenghujung acara diskusi, sesuatu yang menarik terjadi, yakni rekomendasi untuk melakukan kegiatan pendataan ataupun membuat forum ulama tingkat kabupaten sampai ke desa-desa.
Harapannya kegiatan ini mampu menjadi salah satu upaya dalam memaksimalkan potensi ulama yang dimiliki, sekaligus menjadi gerakan counter attack guna mencegah oknum yang tidak bertanggung jawab, seperti memunculkan ulama ulama dadakan ditengah masyarakat
Dan juga merupakan upaya menangkal Radikalisme yang akhir akhir banyak terjadi dibeberapa wilayah Indonesia urai ilham Aqsa selaku moderator dalam kegiatan ini
Iwan Hammer
Editor, A2M