Makassar, Sulsel – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa melakukan berbagai langkah dalam penyelamatan lingkungan, mulai dari pencegahan, pelestarian dan pengembalian kondisi. Hal itu melibatkan sinergi atas lintas instansi, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulsel Andi Hasbi menyampaikan bahwa perubahan iklim pengaruhnya bukan hanya satu lokasi, namun secara global.
“Perlu dipahami bahwa rusaknya lapisan ozon di atmosfir itu akibat pelepasan zat refrigerant (CFC dan sejenisnya) yang bila bertemu dengan ozon akan terjadi reaksi berantai yang menyebabkan hilangnya lapisan ozon (O3), tetapi bukan karena Karbondioksida yg dihasilkan dari proses pemanfaatan energi fosil, respirasi, pembusukan, dll,” ungkap Hasbi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menyikapi hal ini, Pemprov Sulsel telah berkomitmen melakukan berbagai upaya salah satunya penurunan efek rumah kaca.
“Karbondioksida itu hanya akan menumpuk di atmosfir kita dan inilah yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca, dimana panas yang dari luar bumi tidak dapat terpantul keluar bumi tapi kembali terpantul ke bumi sehingga lambat laun bila tidak ada pengurangan CO2 di atmosfir tetapi justru penambahan, akan menyebabkan suhu terus akan meningkat dan ini yang selalu dinegosiasikan dalam pertemuan antar seluruh negara dalam COP UNFCC setiap tahun untuk bagaimana semua negara ikut andil dalam penurunan pemanasan global. Indonesia dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada khususnya tentu berkomitmen dalam penurunan emisi gas rumah kaca,” jelasnya.
Pemprov Sulsel dalam Pergub No. 11 Tahun 2020 telah menetapkan target penurunan emisi GRK hingga tahun 2030 sebesar 3,5 juta ton CO²eq. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman yang fokus memperhatikan persoalan lingkungan ini.
“Hal ini yang selalu menjadi perhatian bapak Plt Gubernur yang sangat peduli dengan rencana tersebut dan saat ini kita sudah mampu mencari penurunan sebesar 1,13 juta ton CO²eq,” lanjut Hasbi.
Dalam rencana penurunan emisi gas rumah kaca, ada empat sektor utama yang diprioritaskan berkontribusi, yaitu sektor kehutanan, sektor pertanian, sektor limbah, sektor energi dan sektor transportasi.
“Dari sektor energi kita sangat jauh dibanding nasional, dimana kita di Sulsel bauran energi terbarukan sudah di atas 40% dan oleh Bapak Plt Gubernur terus melakukan upaya untuk pengembangannya”, tangkasnya.
Di sektor limbah juga terus dilakukan pengetatan terhadap aturan baku mutu. Saat ini, 70% pelaku industri telah menaati Baku Mutu dan terus mengalami peningkatan. Setiap kabupaten juga semakin baik dalam pengelolaan sampah yang dapat terlihat dari semakin meningkatnya kegiatan 3R dan pengelolaan sekolah yang ramah lingkungan.
Terbaru, Pemprov Sulsel telah melakukan revisi RTRW untuk menambah luasan dari tutupan lahan.
“Ini juga semakin banyak ditetapkan kawasan-kawasan mangrove sehingga ini nantinya akan menambah luasan tutupan vegetasi yang sekaligus sebagai kawasan pelindung dari dampak perubahan iklim,” pungkasnya.
Terpisah, Plt Kepala Dinas PUTR Sulsel Astina Abbas menyampaikan, sejak beberapa tahun terakhir Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan upaya mitigasi banjir.
“Di bidang infrastruktur, dengan adanya kegiatan normalisasi sungai yang mana telah dilakukan pengerukan sedimen sungai agar debit air bertambah serta memperbaiki tebing sungai agar tidak terjadi longsoran sehingga dapat menjaga alur sungai, kita juga senantiasa gencar melakukan koordinasi dengan pihak pihak terkait seperti BBWS Jeneberang dan pemkot makassar guna pecegahan banjir terutama pada sistem drainase yang perlu diperbaiki yang mengarah ke kanal kanal yang ada di kota makassar”, ungkap Astina.
Selain itu, dukungan dari pemerintah pusat guna pencegahan banjir berupa hadirnya Bendungan multifungsi, Kolam retensi dan waduk seperti Bendungan Bili-Bili, Bendungan Ponre-Ponre, Bendungan Paseloreng, Bendungan Karalloe, kolam regulasi Nipa nipa dan waduk pampang.
“Hal ini sangat membantu mereduksi banjir. Namun kondisi iklim yang memang saat ini sangat ekstrim. Bisa dibayangkan bila pemerintah tidak melakukan penanganan secara rekayasa struktur, mungkin dampak yang timbul akan luar biasa,” jelasnya.
Untuk membantu pengendalian bencana menurut Astina, sudah selayaknya pemerintah dan masyarakat saling mendukung.
“Misalnya tidak melakukan pembukaan lahan yang tidak terkendali, memelihara prasarana drainase yang ada, termasuk tidak membuang sampah di saluran/sungai, tidak menempati daerah sempadan sungai, tidak membangun di badan sungai/drainase, serta memperhatikan tata ruang yang sudah ditetapkan,” pintanya.
Tak hanya itu, Dinas Kehutanan Sulsel pun gencar melakukan program dalam melestarikan dan merehab hutan dan DAS. Hal ini dijelaskan Kepala Dinas Kehutanan Sulsel, Andi Parenrengi.
“Kita terus melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan, seperti penanaman hutan rakyat, pembuatan dam penahan, gully plug, dan sumur resapan di beberapa daerah,” ungkap Andi Parenrengi.
Diketahui, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrim di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 20 hingga 23 Februari 2022. Cuaca ekstrim antara lain ditandai dengan intensitas hujan lebat dan angin kencang. Olehnya itu, masyarakat diminta untuk selalu waspada terhadap perubahan cuaca. (*)