Persoalan sengketa tanah di Indonesia hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah APH dan institusi/lembaga lainnya seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dikutip dari laman googel, Sengketa Tanah adalah sebidang atau beberapa bidang tanah yang kepemilikannya dipermasalahkan oleh dua pihak dan kedua belah pihak saling berebut untuk mengklaim kepemilikan tanah tersebut.
“Kemarin ada beberapa kali rapat di Sidang Kabinet, ya kita mencoba mengintrodusir, mungkin kita perlu Pengadilan Tanah, yang hukum acaranya, eksekusinya, inkrahnya dan sebagainya itu berbeda dengan hukum biasa. Mungkin, mungkin,” kata Mahfud MD saat membuka rapat pembahasan konflik pertanahan, yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam. Kamis (19 Januari 2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Rumit pak, rumit, ya kalau yang gitu-gitu ya tidak terlalu sulit, tapi kalau yang ini ini tadi bagaimana, ada tanah sudah berpindah ke seseorang yang mengalihkan lurahnya sudah mati, lurahnya masih hidup, camatnya yang mati, camatnya masih hidup, berkasnya sudah hilang karena kontor kecamatannya pindah dan seterusnya seterusnya, begitu banyak masalah tanah di negeri ini,” tuturnya.
Mahfud menambahkan, ada juga tanah masyarakat yang sudah bersertifikat hak tanah namun tidak diurus lagi. Akhirnya tanahnya diserobot oleh pihak lain.
Jadi banyak ada nih sertifikatnya punya masyarakat, tapi karena tidak diurus, diserobot, sekarang mau dipakai, ternyata dipakai orang lain.
“Mungkin di luar sana masyarakat dengan sertifikat hak atas tanah, dikuasai oleh masyarakatnya, tetapi tidak punya bukti kepemilikan yang sah. Itu juga tiba-tiba dicaplok oleh orang lain,” ujarnya.
Permasalahan lainnya, lanjut kata Mahfud, ada pihak yang tiba-tiba menjual tanah negara. Sertifikat tanah tersebut juga dimiliki oleh orang-orang besar sehingga terjadi sengketa.
Artikel ini telah tayang di www.liputan6.com