Beritasulsel.com – Kuasa Hukum Pelapor, Muhammad Lutfi Yahya dari Law Firm Dr. Burhanuddin Andi M.H, mendatangi Polres Bantaeng pada Sabtu malam, (16 Maret 2024), sekira Pukul 23:00 Wita.
Diketahui dari SPKT Polres Bantaeng yang mengatakan bahwa kedatangan Lawyer Agum Iswhara Candra SH didampingi Tandi Pebriawan A.Md, SH, MH dari Law Firm Dr. Burhanuddin Andi SH ini, adalah untuk mengklarifikasi kembali terkait Surat Tanda Terima Bukti Laporan (STTBL) dari kliennya (Muhammad Lutfi Yahya) yang dilaporkan pada Kamis malam (14 Maret 2024).
Ditemui usai bertemu dengan Penyidik dari Satreskrim Polres Bantaeng, Agum Iswhara Candra SH mengatakan bahwa kedatangannya ke Polres Bantaeng ini mewakili kliennya (Muhammad Lutfi Yahya) yang mengangkat kuasa kepadanya pada Jum’at (15 Maret 2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pak Lutfi menghubungi kantor kami di Makassar dan meminta kami sebagai Kuasa Hukumnya di kasus yang Pak Lutfi laporkan ke Polres Bantaeng pada Kamis malam (14 Maret 2024),” kata Agum Iswhara Candra SH.
Agum Iswhara Candra SH, Kuasa Hukum dari Pelapor Muhammad Lutfi Yahya ini kemudian menjelaskan hasil pertemuannya dengan Penyidik Satreskrim Polres Bantaeng sebagai berikut:
“Didalam Surat Tanda Terima Bukti Laporan (STTBL) yang diterima oleh klien kami saat melapor ke SPKT Polres Bantaeng, Pasal perkenaan yang dimasukkan Petugas di SPKT kedalam laporan polisi oleh klien kami, hanya Pasal 369 ayat (1) KUHP”.
“Sedangkan apabila dipersesuaikan antara fakta yang terjadi dengan delik atau unsur Pasal yang ada, semestinya dimasukkan Pasal 335 ayat (1) atau Pengancaman Menggunakan Kekerasan, disertai atau di Juntokan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 (Undang-Undang Darurat) terkait kepemilikan, menggunakan serta menyimpan senjata tajam yang mana dipergunakan bukan untuk pekerjaan”.
“Sehingga tujuan kami malam ini mendatangi Polres Bantaeng untuk menyampaikan kepada Penyidik bahwa apakah Pasal perkenaan tersebut hanya satu Pasal perkenaan, yakni Pasal 369 ayat (1) KUHP atau masih bisa ditambahkan dengan Pasal 335 ayat (1) KUHP dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951”.
“Adapun respon dari Penyidik mengatakan bahwa memang diakui perkenaan Pasal 369 ayat (1) KUHP sebagaimana tercantum dalam STTBL adalah sebuah kekeliruan”.
“Menurut Kanit Pidum Satreskrim Polres Bantaeng mengatakan bahwa sementara dilakukan pemfaktaan. Dalam pengertian memfaktakan kejadian yang terjadi pada Kamis malam (14/03/2024) di kantor Kecamatan Bantaeng”.
“Pendapat dari Kanit Pidum Satreskrim Polres Bantaeng memang lebih condong kepada perkenaan pasal 335 ayat (1) KUHP dan pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951”.
“Menurut Kanit Pidum Satreskrim Polres Bantaeng, setelah dilakukan pemfaktaan nantinya, maka akan dilakukan perbaikan berkas laporan dari klien kami. Dan perkara ini masih dalam tahap penyelidikan yang akan segera dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan”.
“Usulan dan permintaan kami untuk menambahkan Pasal dalam laporan tersebut, di amini oleh Kanit Pidum Satreskrim Polres Bantaeng dengan berdasarkan hasil pemfaktaan dan hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh pihak kepolisian”.
“Menurut kami dari Kuasa Hukum Pelapor, apabila hanya pasal 369 ayat (1) KUHP saja yang diterapkan pihak kepolisian pada perkara ini, hal tersebut itu menguntungkan bagi terlapor dan melemahkan hak buat pelapor”.
“Kedepannya, jika hanya satu pasal yang diterapkan dalam perkara ini apabila perkara ini sampai ke meja hijau, maka bentuk dakwaan itu hanya dakwaan tunggal. Sedangkan dan seharusnya dalam perkara ini, bisa diterapkan pasal berlapis. Sehingga bentuk dakwaan yang diharapkan nantinya berbentuk subsidairitas ataupun berbentuk komulatif atau gabungan”.
“Kami juga sampaikan ke Kanit Pidum Satreskrim Polres Bantaeng agar segera melakukan penahanan terhadap Terlapor”.
“Ada beberapa alasan kami untuk pihak kepolisian agar segera melakukan penahanan terhadap terlapor, dan diantara alasan tersebut adalah kondisi saat ini dimana Terlapor sering mendengung-dengungkan bahwa ini terkait dengan permasalahan siri’.
“Jika berbicara soal siri’, maka tidak menutup kemungkinan bisa terjadi upaya balas dendam dari Terlapor terhadap Pelapor”.
“Sehingga persyaratan untuk dilakukan penangguhan penahanan terhadap Terlapor dengan dalih Terlapor tidak akan mengulangi perbuatan yang sama, kami rasa alasan tersebut sangat minim”.
“Kami meminta kepada pihak kepolisian Polres Bantaeng agar segera melakukan penahanan terhadap Terlapor dikarenakan keamanan dan perlindungan bagi Pelapor dan keluarganya. Serta Terlapor juga terindikasi untuk menghilangkan barang bukti”.
“Jika mengacu pada Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana apabila mengacu pada Pasal 21 ayat (4) huruf a maka Penahanan dapat dilakukan terhadap perbuatan Terlapor dengan ancaman Pasal 5 tahun penjara. Sedangkan apabila diterapkan Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman itu maksimal 10 tahun penjara, maka unsur dari Pasal 21 huruf a KUHAP itu sudah terpenuhi”.
“Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP mengatakan : Penahanan dapat dilakukan terhadap beberapa perbuatan yang diatur dalam KUHP. Salah satunya adalah Pasal 335 ayat (1) KUHP”.
“Sehingga bahasa daripada KUHAP tertuang di Pasal 21 ayat (4) KUHAP, begitupula dengan ayat (1) nya, amat sangat mendasari apabila dilakukan penahanan secara hukum”.
“Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keterangan Kanit Pidum Satreskrim Polres Bantaeng, penahanan belum dilakukan. Tetapi saat ini Terlapor sudah diamankan di Polres Bantaeng guna dimintai keterangan sebagai Terlapor”.
“Penahanan akan dilakukan setelah ditingkatkan ke tahap penyidikan”.
“Apresiasi kami berikan kepada Polres Bantaeng atas atensinya dan kinerjanya terhadap laporan polisi oleh klien kami yang dalam kurun waktu kurang lebih 2×24 jam telah mendapatkan pemfaktaan berupa keterangan dari Saksi, dari Pelapor dan dari Terlapor”.
“Kami sebagai Kuasa Hukum Pelapor berharap agar dalam waktu dekat sudah bisa dilakukan Gelar Perkara guna meningkatkan perkara ini dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan”.
“Intinya seseorang yang melakukan percobaan dalam pelanggaran tidak dapat di hukum tetapi apabila melakukan percobaan dalam kejahatan wajib di hukum, maka daripada itu Hukum Harus Ditegakkan!”.