Bantaeng – Aksi De Verlichter dapat dilakukan dengan mengedepankan mediasi serta kearifan lokal dalam menyelesaikan sebuah konflik. Dan untuk diketahui, Mediasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa non-litigasi, dengan kata lain, penyelesaian masalah hukum di luar Pengadilan.
Berdasarkan beberapa peristiwa dan kejadian yang dilihat serta terlibat langsung mendampingi Lurah Tappanjeng dalam proses mediasi di Kantor Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, menjadikan “Mediasi Non-Litigasi” sebagai subjek dalam Inovasi Aksi Perubahan Layanan yang dibuat oleh Ulfi Maryana, S.Sos, disebut “Sipakainga”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ditemui Beritasulsel.com di Kantor Kelurahan Tappanjeng pada Kamis (21 Nopember 2024), Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Tappanjeng, Ulfi Maryana S.Sos mengatakan ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengedepankan mediasi dalam menyelesaikan sebuah konflik dan Mediator wajib mentaati pedoman perilaku agar praktik mediasi tidak merugikan para pihak yang bersengketa.
“Selain bertujuan untuk menambah wawasan warga di Kelurahan Tappanjeng tentang pentingnya mediasi untuk menyelesaikan sebuah konflik, mediasi juga kami lakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yaitu Mediator, untuk membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian dari sebuah konflik yang terjadi,” kata Ulfi.
Aksi Perubahan Layanan “Mediasi Non-Litigasi” Berdasarkan Analisis Data Kasus Non-Litigasi di Kelurahan Tappanjeng.
A. Latar Belakang
Kelurahan Tappanjeng yang berada di Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, memiliki berbagai permasalahan hukum yang sering terjadi di tengah masyarakat.
Permasalahan ini mencakup sengketa tanah, perselisihan keluarga (terutama yang mengarah pada perceraian), serta konflik utang piutang.
Selama ini, sebagian besar kasus ini diselesaikan melalui jalur litigasi di pengadilan yang memakan waktu, biaya dan sering kali memperburuk hubungan antar pihak yang bersengketa.
Berdasarkan hal ini, diperlukan pendekatan non-litigasi berbasis musyawarah dan mufakat yang sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal.
B. Sumber Data
Data yang dianalisis diperoleh dari laporan RT/RW, Babinsa, Bhabinkamtibmas dan hasil konsultasi masyarakat ke aparat kelurahan selama periode satu tahun terakhir (Januari – Desember 2023).
Data ini mencakup jumlah dan jenis kasus yang telah diselesaikan. Baik melalui mediasi atau jalur litigasi.
C. Kategori Kasus
– Sengketa Tanah: Perselisihan terkait kepemilikan dan batas tanah antara warga.
– Masalah penyerobotan lahan.
– Perselisihan Keluarga: Konflik rumah tangga yang berujung pada perceraian.
– Perselisihan hak asuh anak dan pembagian harta gono-gini.
– Utang Piutang: Konflik terkait penagihan utang diantara warga.
– Masalah penipuan atau tidak adanya dokumen tertulis dalam transaksi utang piutang.
D. Analisis
Sengketa Tanah:
Sengketa tanah menjadi kasus yang paling banyak ditemukan di Kelurahan Tappanjeng. Karena dari 24 kasus sengketa tanah, 9 di antaranya diselesaikan melalui mediasi Non-Litigasi dengan menggunakan pendekatan musyawarah yang melibatkan RT/RW, Tokoh Masyarakat, serta Aparat Kelurahan.
Meski demikian, mayoritas kasus masih berujung pada jalur pengadilan karena kompleksitas dalam pembuktian kepemilikan tanah dan lemahnya dokumentasi.
Perselisihan Keluarga:
Perselisihan keluarga, terutama yang berujung pada perceraian, adalah kasus dengan tingkat mediasi yang rendah. Dari 17 kasus, hanya 5 yang berhasil diselesaikan melalui pendekatan non-litigasi.
Faktor emosional dan ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kesepakatan, sering menjadi kendala utama dalam penyelesaian konflik rumah tangga secara damai.
Utang Piutang:
Kasus utang piutang mencatat persentase penyelesaian non-litigasi yang paling tinggi. Dari 34 kasus, 14 kasus berhasil diselesaikan dengan mediasi tanpa melibatkan pengadilan.
Faktor kepercayaan antar warga dan adanya dukungan Aparat Kelurahan Tappanjeng dalam memediasi pihak yang berselisih, menjadi faktor penting dalam keberhasilan penyelesaian Non-Litigasi di kasus utang piutang.
E. Temuan Kasus
Persentase penyelesaian Non-Litigasi rendah: Karena dari total 75 kasus, hanya 28 kasus (37,3%) yang berhasil diselesaikan melalui jalur Non-Litigasi.
Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat, khususnya di Kelurahan Tappanjeng terhadap penyelesaian konflik melalui musyawarah, masih perlu ditingkatkan.
Pentingnya Dukungan Aparat dan Tokoh Masyarakat karena kasus-kasus yang berhasil diselesaikan secara Non-Litigasi sebagian besar melibatkan peran aktif RT/RW, Tokoh Masyarakat dan Aparat Kelurahan Tappanjeng.
Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis komunitas sangat efektif dalam menyelesaikan konflik warga.
Kearifan Lokal sebagai Solusi Alternatif:
Kearifan lokal, seperti prinsip musyawarah dan mufakat, terbukti menjadi metode yang efektif dalam beberapa kasus sengketa tanah dan utang piutang.
Penguatan sistem penyelesaian Non-Litigasi berbasis kearifan lokal perlu ditingkatkan untuk mengurangi beban pengadilan dan menjaga keharmonisan sosial.
F. Rekomendasi
Penguatan Program Mediasi di Kelurahan Tappanjeng khususnya, diperlukan peningkatan kapasitas mediator.
Baik dari kalangan Aparat Kelurahan Tappanjeng itu sendiri, maupun Tokoh Masyarakat di Kelurahan Tappanjeng untuk lebih banyak menangani kasus konflik yang terjadi di Kelurahan Tappanjeng.
Sosialisasi Manfaat Penyelesaian Non-Litigasi adalah Sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat tentang manfaat penyelesaian non-litigasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menyelesaikan konflik tanpa harus melalui pengadilan.
Penguatan Layanan Konsultasi Hukum adalah sebuah layanan konsultasi hukum gratis bagi warga di Kelurahan Tappanjeng yang kurang mampu perlu diperluas dan disosialisasikan secara menyeluruh.
Hal ini dapat mendorong lebih banyak warga untuk memilih penyelesaian masalah secara non-litigasi.
G. Kesimpulan
Analisis data menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan dalam penyelesaian kasus melalui jalur non-litigasi. Di Kelurahan Tappanjeng masih terdapat tantangan dalam meningkatkan persentase kasus yang diselesaikan secara damai.
Upaya penguatan kapasitas Mediator dan pemanfaatan kearifan lokal melalui program Si-PAKAINGA’ dapat menjadi langkah strategis untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, minim konflik litigasi dan lebih mengutamakan musyawarah.
Standart Operating Procedure Layanan Konsultasi Masalah Hukum Non-Litigasi di Kelurahan Tappanjeng:
1. Menyediakan layanan Konsultasi Hukum Non-Litigasi bagi masyarakat Kelurahan Tappanjeng untuk membantu menyelesaikan permasalahan hukum secara damai dan menghindari proses persidangan.
2. Ruang lingkup layanan ini mencakup konsultasi terkait permasalahan hukum sipil, keluarga, sosial dan administratif yang tidak memerlukan penyelesaian di Pengadilan.
3. Pihak yang terlibat dalam proses Mediasi Non-Litigasi di Kelurahan Tappanjeng: Kepala Seksi Pemerintahan, BINMAS (Bintara Bimbingan Masyarakat), BHABINKAMTIBMAS (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), Tokoh Masyarakat, para Ketua RT/RW dan warga yang membutuhkan layanan konsultasi.
4. Proses Layanan:
a. Tahap Pendaftaran
b. Tahap Penjadwalan
c. Tahap Pelaksanaan Konsultasi
d. Tahap Penandatanganan Kesepakatan
e. Tahap Tindak Lanjut
5. Catatan Khusus
Semua proses konsultasi bersifat gratis bagi warga yang tidak mampu di Kelurahan Tappanjeng dan informasi terkait layanan ini, disosialisasikan melalui pengumuman di Kantor Kelurahan, Media Sosial dan disetiap pertemuan warga.
6. Evaluasi dan Monitoring
Setiap bulan, tim akan mengadakan rapat evaluasi untuk menilai efektivitas layanan Konsultasi Hukum Non-Litigasi di Kelurahan Tappanjeng dan feedback dari warga dicatat untuk perbaikan berkelanjutan.
*(Inovasi dalam bentuk Sistem Informasi Penyelesaian Perkara Hukum Non-Litigasi Berbasis Kearifan Lokal di akronim “Sipakainga” ini, dibuat oleh Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Ulfi Maryana, S.Sos, saat mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Pengawas Angkatan V Tahun 2024 di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Regional Makassar).