SIDRAP – Makmur Ibrahim mengaku dipaksa bertanggung jawab atas kerusakan mobil warga yang diberondong peluru oleh petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan (BNNP Sulsel) di Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, pada Selasa dini hari (14/10/2025) lalu. Mobil jenis Mitsubishi Xpander milik Hasdar itu menjadi sasaran tembakan petugas BNNP yang saat itu mengaku tengah membuntuti dua pria berinisial HR dan RF pengendara mobil tersebut, yang disebut sebut akan menerima 94 butir narkoba jenis ekstasi dari pria berinisial AO.
Ironisnya, Makmur Ibrahim justru diminta mengganti rugi kerusakan mobil tersebut. “Saya yang disuruh bertanggung jawab. BNN mengancam akan menjadikan saya tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 bila saya menolak,” ujar Makmur, ditemui di Posko Resmob Polres Sidrap, Rabu (22/10/2025). Makmur menjelaskan bahwa dirinya menyewa mobil tersebut dari Hasdar. Tak lama kemudian, HR dan RF datang meminjam mobil itu. Saat melintas di Desa Lainungan, mobil tersebut diberondong peluru oleh petugas BNN.
Keesokan harinya, Makmur bersama Hasdar datang menjemput mobil itu dan membawanya ke Posko Resmob Polres Sidrap. “Saat kami di posko Resmob, tiba-tiba datang BNN menangkap saya tanpa surat penangkapan. Saya dibawa ke Makassar dan ditahan di sel BNN selama enam hari tanpa surat penahanan,” ungkapnya. Selama dalam tahanan itu, kata Makmur, dirinya diperlakukan seperti tersangka dan bahkan dipaksa menyewa pengacara yang ditunjuk sendiri oleh petugas BNN.
“Saya diperlakukan seperti tersangka. Kepala saya dibotak, tidur di sel bersama tahanan lain. Mereka juga memaksa saya menyewa pengacara yang mereka tunjuk sendiri. Saya disuruh membayar Rp10 juta, lima juta untuk pengacara dan lima juta untuk petugas BNN,” tuturnya kepada Beritasulsel jaringan Beritasatu.com.
Makmur yang diketahui berprofesi sebagai Kepala Dusun di Siwa, Kabupaten Wajo, mengaku diancam akan dijadikan tersangka jika menolak memperbaiki mobil milik Hasdar.
“Kalau saya tolak, katanya saya akan dijadikan tersangka. Jadi saya terpaksa menandatangani surat pernyataan damai yang isinya saya siap memperbaiki mobil itu. Setelah itu baru saya dilepas,” tambahnya.
Kasi Intel BNNP Sulsel, Agung FS, yang dikonfirmasi terpisah, membantah tudingan tersebut.
“Saya jamin personel BNN tidak menerima sepeser pun dan tidak tahu-menahu soal uang itu. Saya sudah bicara langsung dengan pengacaranya Pak Dusun (Makmur), katanya benar dia menerima fee dari Pak Dusun, tapi tidak ada kaitannya dengan BNN,” ujar Agung saat dikonfirmasi.
Terkait pembotakan kepala Makmur, Agung menyebut hal itu dilakukan atas persetujuan yang bersangkutan dan sesuai ketentuan disiplin internal BNN.
“Itu sudah persetujuan Pak Dusun dan bagian dari ketentuan disiplin yang ada di sini (BNNP Sulsel),” katanya.
Namun, saat ditanya soal dugaan ancaman dijadikan tersangka jika menolak memperbaiki mobil, Agung mengaku tidak mengetahui.
“Ditanyakan saja ke pengacaranya Pak Dusun, saya sama sekali tidak tahu soal itu,” pungkasnya. (***)
