Beritasulsel.com – Status Kabupaten Bantaeng yang menjadi salah satu kawasan Proyek Strategi Nasional (PSN) di Indonesia yang diberikan Pemerintah Pusat tampaknya dalam waktu dekat terancam dicabut jika tidak mampu mengantongi Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI).
Ancaman tersebut menyusul karena ketidakmampuan daerah terutama Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) atau PT. BASIC yang diserahi tanggung jawab untuk mengurus dan memenuhi sejumlah syarat guna memperoleh IUKI dari Pemerintah Pusat.
Menurut Asisten II Bidang Perekonomian Pemkab Bantaeng, Andi Meyriani M. Latippa Karaeng Mery, Pemerintah Pusat memberikan deadline waktu hingga Agustus 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jika syarat yang diminta tidak mampu dipenuhi, maka pemerintah pusat benar-benar akan mencabut status PSN bagi Kabupaten Bantaeng,” kata Karaeng Mery.
“Jika status PSN bisa tetap melekat di Kabupaten Bantaeng, maka Perseroda harus bekerja keras untuk memenuhi sejumlah persyaratan yang dimaksud,” tegas Asisten II, yang akrab disapa Karaeng Mery, Kamis (18/4/2024) di ruang kerjanya usai mengikuti rapat evaluasi bersama Pj Bupati Bantaeng, Andi Abubakar.
Dia menjelaskan, dalam rapat evaluasi yang dipimpin Pj Bupati terkait progres pengurusan IUKI bersama Perseroda, pada prinsipnya Bupati secara tegas menyatakan dalam upaya pengurusan IUKI, harus tetap mengacu pada regulasi atau aturan yang berlaku.
Sebaliknya, lanjut kata dia bahwa pengurusan tidak bisa serta merta dilakukan hanya semata-mata berdalih mempercepat penerbitan IUKI dengan menempuh segala cara tapi mengabaikan aturan alias tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan.
Menurut Karaeng Mery, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa memperoleh IUKI dan itu tampaknya cukup sulit untuk dilakukan jika melihat sisa waktu yang ang ada yakni sekitar empat bulan ke depan atau pada Agustus 2024.
“Salah satu syarat yang mesti dipenuhi pengelola atau Perseroda yakni objek tanah atau lahan yang harus dimiliki/dikuasai minimal 50 hektare dalam satu kawasan. Dan itu membutuhkan dana segar untuk melakukan pembebasan lahan,” paparnya.
“Untuk memperoleh lahan minimal 50 hektare, maka dibutuhkan biaya cukup besar untuk memenuhi syarat yang jumlahnya miliaran rupiah,” jelasnya.
Salah satu persyaratan tersebut, kata dia, yang belum bisa dipenuhi, meskipun Pemkab Bantaeng telah memberikan waktu sekitar tiga tahun atau sejak tahun 2020, bahkan diberikan dana segar senilai Rp.5 miliar, namun Perseroda belum dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.
“Intinya akuntabilitas harus diwujudkan sebagai tindaklanjut dari penerapan aturan terutama implementasi dari Peraturan Menperin No.45 Tahun 2019,” kata Karaeng Mery.
Terkait hal itu, Komisaris Perseroda Bantaeng yang juga Kadis DPMPTSP Yohanes, berupaya dikonfirmasi di kantornya terkesan menghindari Wartawan. Kadis tersebut justru mengarahkan untuk menemui Sekretaris DPMPTSP.
Beberapa hal yang menjadi bahan untuk dikonfirmasi terkait Perseroda seperti laporan capaian atau progres, master plan, penguasaan lahan dan lain sebagainya.
“Maaf, pak Kadis tidak bisa diganggu, beliau mengarahkan untuk ketemu saja dengan Sekretaris DPMPTSP. Kami yang kena maraha kalau perintah tidak dilaksanakan,” kata dua orang staf di bagian pelayanan kantor tersebut.
Upaya seperti ini sudah beberapa kali dilakukan Yohanes yang terus menghindar. Padahal Kadis tersebut memiliki tanggung jawab dan merupakan kewajiban menyampaikan informasi secara transparan dan akuntabel tugasnya untuk penerbitan IUKI.
Celakanya, aksi serupa juga dilakukan pihak manajemen Perseroda. Ketika salah seorang petinggi Perseroda, Ansar, coba dihubungi juga terkesan menghindar. Awalnya memang saat dihubungi handphonenya sempat berdering tapi tidak diangkat. Namun ketika dihubungi kembali, handphonenya sudah tidak aktif.
Tenaga Ahli Minta Pemkab Minta Berhentikan Dewan Komisaris Lewat RUPS Luar Biasa
Sementara Yusdanar Hakim, selaku Tenaga Ahli Pemkab Bantaeng yang turut hadir pada rapat evaluasi ketiga yang dihadiri Pj Bupati Bantaeng secara tegas menyatakan: “Akibat dari kelalaian PT. BASIC atau Perseroda dalam pemenuhan tanggungjawabnya sebagai pihak yang diberi amanah pemerintah daerah dalam pengelolaan kawasan industri. Sangat besar dampak kerugian yang ditimbulkan baik secara material maupun inmateril terhadap Pemerintah Daerah terkhusus buat 200 ratus ribu jiwa penduduk Bantaeng”.
Dari hasil pemantauan, pihaknya sebagai Tenaga Ahli Pemkab Bantaeng maupun sebagai Lembaga Social Kontrol (NGO) melihat Kinerja PT.BASIC sejak 2020 hingga 2024, pihaknya menyarankan kepada Bupati Bantaeng sebagai pemilik saham mayoritas PT. BASIC agar secepatnya bertindak.
“Kami sarankan kepada Bupati untuk segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa sesuai AD/ART dengan agenda Pemberhentian dan Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi baru,” jelas Danar.
Yusdanar menilai, keberadaan Yohanes Romuti dalam pengangkatannya sebagai Komisaris Utama PT. BASIC berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena yang bersangkutan juga Kepala Dinas PTSP. Begitu juga dengan komisaris lainnya dan direktur PT. BASIC.
“Kami juga minta segera lakukan audit independen atas Dana Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng Tahun 2020 sebesar Rp.5 Milyar. Itu harus dilakukan karena kami menganggap laporan keuangan dan laporan audit yang disajikan PT. BASIC, tidak patut diyakini kebenarannya,” tegas Ketua Pemuda LIRA Bantaeng, Yusdanar Hakim. (Kabar nusa)