Beritasulsel.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Salewangan mengingatkan Pimpinan Kampus Universitas Muslim Maros (UMMA) yang diduga telah melakukan tindakan kekerasan akademik.
Sekertaris LBH Salewangan, Ibrahim Zaenal mengatakan disaat semua perguruan tinggi fokus menjalankan program kuliah online akibat mewabahnya covid-19, Kampus Universitas Muslim Maros malah disibukkan dengan dugaan tindakan kekerasan akademik kampus yang mengorbankan mahasiswa dari berbagai fakultas.
Ibrahim Zaenal menduga pemicunya masih berkaitan unjuk rasa mahasiswa pada tanggal 17 Maret 2020 lalu yang menuntut diadakannya forum dialog membahas transparansi pengelolaan anggaran kampus dan mengenai sarana dan prasarana kampus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Apa yang dilakukan adik-adik mahasiswa sudah tepat, kampus sejatinya adalah tempat dimana ide dikeluarkan, tempat dimana pikiran dan akhlak dijunjung tinggi. Jadi ketika teman-teman mahasiswa menginginkan transparansi pemikiran oleh birokrasi kampus namun yang didapati adalah tindakan represif, saya kira Kampus UMMA akan gagal membangun karakternya sebagai wadah Cendikiawan Muslim di Kabupaten Maros,” jelas Ibrahim Zaenal kepada beritasulsel.com, Senin siang (01/06/2020).
Selain mendrop Out (DO) sejumlah mahasiswanya, kata Zaenal, pihak kampus UMMA juga melakukan tindakan kekerasan akademik berupa pemberhentian status keanggotaan Pengurus BEM dan Himpunan pada tanggal 26 Maret 2020 terhadap 26 Orang mahasiswa.
Masing-masing Mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Fakultas Pertanian Peternakan Kehutanan Dan Fakultas Kehuruan Dan Ilmu Pendidikan. Masing-masing Surat Keputusan Dekan (SK) Nomor: 19/SK/S1/FEB-UMMA/III/2020 , (SK) Nomor: 07/SK/FAPERTAHUT-UMMA/III/2020 Dan (SK) Nomor: 012/SK/FKIP-UMMA/III/2020.
“Alasan dikeluarkannya SK tersebut di atas katanya ‘pimpinan berhak memberhentikan keanggotaan sebagai pengurus lembaga karena yang melantik adalah pimpinan Kampus’. Alasan ini tidak rasional dan cacat yuridis. Pasalnya Dalam SK tersebut tidak dicantumkan Dasar Hukum Pemecatan. Selain itu, Organisasi Himpunan Dan BEM juga memiliki Konstitusinya (AD/ART) tersendiri yang mengandung mekanisme Pemilihan dan memberhentikan keanggotaan pengurus,” kata Ibrahim menjelaskan.
“Jadi saya kira hal di atas sudah tidak bisa dibiarkan. Pihak kampus sudah keterlaluan, ugal-ugalan terhadap mahasiswa, kasihan adik-adik kita jika hal di atas terus dilakukan pihak kampus. Selain berdampak langsung kepada mahasiswa, juga berdampak buruk terhadap Demokrasi Kampus. Hal ini mengingatkan kita pada sejarah kehidupan kampus NKK/BKK di tahun 1978,” imbuhnya.
Selain itu, Ibrahim juga mengungkapkan bahwa pihak kampus juga diduga kuat melakukan pengancaman kepada sejumlah mahasiswa yang memberitakan dan memposting berita tersebut di media sosial. Bukan hanya itu, lanjut Ibrahim, ada indikasi bahwa pihak kampus mendatangkan jasa keamanan bayaran yang berasal dari ormas tertentu melakukan pengancaman kepada mahasiswa.
“Dengan adanya teman-teman mahasiswa yang melakukan konsultasi kepada kami, tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan pendampingan litigasi. Kami ingatkan pimpinan kampus agar mempertimbangkan ulang dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan kasus Kekerasan akademik di salah satu kampus Islam di Makassar sekiranya bisa dijadikan contoh oleh civitas kampus UMMA dalam mengambil sebuah kebijakan. Dimana teman-teman mahasiswa korban Drop out dinyatakan menang dihadapan pengadilan Tata Usaha Negara dan membatalkan Surat Keputusan Rektor.
“Apalagi mengingat rentetan peristiwa Kampus UMMA bukan sekedar Kekerasan Akademik tetapi juga kuat dugaan adanya tindakan kekerasan fisik (represif) yang dilakukan Oknum Pimpinan Kampus Universitas Muslim Maros kepada teman-teman Mahasiswa,” pungkas Ibrahim Zaenal.
Reporter : Arung