Wajo, Sulsel- Koalisi Himpunan Pelajar Mahasiswa (Hipermawa) Wajo, menyampaikan aspirasi di Kantor Bupati Wajo Jl. Rusa. Penyampaian peryataan sikap pun diterima langsung oleh Pelaksana Tugas Sekda Wajo Andi Ismirar didampingi Kepala Inspektorat Kabupaten Wajo, Saktiar, Selasa, 13 Juli 2021.
Jenderal Lapangan aksi ini, Wahyudi, kepada beritasulsel.com, menegaskan, pernyataan sikap yang disampaikan menyangkut dugaan terjadi penyimpangan pengadaan mobil ambulance dimana tidak sesuai dengan Permendes PDTT No. 16 Tahun 2018 tentang prioritas penggunaan dana desa tahun 2019 pasal 5 ayat 1 huduf b Tentang Pengadaan Sarana Transportasi di desa untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Selain itu, kata Wahyudi, pengadaan ini jugalah untuk memenuhi kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan konflik sosial.
“Mobil ambulance desa yang dibeli berupa mobil penumpang biasa. Tidak sesuai klasifikasi karena tidak bisa memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat, apalagi untuk menghadapi bencana alam,” tandas Wahyudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Wahyudi, yang juga aktivis HMI ini, pengadaan mobil ambulance desa ini tidak sesuai dengan kualifikasi sebagaimana Kepmenkes No. 143/Menkes-Kesos/SK/II/2021 tentang standarisasi kendaraan pelayanan medik.
“Inilah yang menjadi atensi dan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK pada realisasi APBDes tahun 2018 dan triwulan 2019,” ungkap Wahyudi.
Sekadar diketahui, Pemdes merealisasikan belanja modal mobil layanan kesehatan masyarakat atau ambulance dengan nilai realisasi Rp. 3.810.342.550. Namun kemudian, kabarnya belanja pengadaan mobil layanan kesehatan ini diluar dari spesifikasi karena pembelian kendaraan bukan kendaraan medik sebagai layaknya, tapi kendaraan yang dibeli adalah merk merk kendaraan umum seperti Avanza, Xenia, Teriox, Rush, Luxio hingga expander.
Kondisi ini menurut Wahyudi, semakin tersamarkan dengan adanya surat edaran pemerintah daerah yang ditanda tangani oleh wakil bupati Wajo yang memerintahkan untuk melakukan branding dengan keseragaman.
Tak pelak, temuan BPK mengenai pengadaan ambulance desa yang hingga hari ini belum ada upaya untuk
memperbaiki, dan juga banyaknya temuan inspektorat yang tidak dilimpahkan ke APH.
“Kami menilai inspektorat tidak transparan dikarenakan kami duga belum ada upaya untuk melakukan audit tentang dana hibah yang digunakan oleh ormas maupun OKP, karena diduga dana hibah tidak sesuai dengan peruntukannya,” kata Wahyudi yang juga menyorot dana hibah yang mengalir ke OKP dan ormas yang ada di Kabupaten Wajo.
Adapun tiga tuntutan Koalisi Hipermawa yakni meminta Bupati Wajo mencopot kepala inspektorat, mengusut tuntas ambulance desa dan pengadaan layanan desa yang mewah yaitu merk Rush dan Expander karena tidak mengindahkan Permendes PDTT No. 16 Tahun 2018 serta tidak adanya upaya pemerintah desa melakukan perbaikan seperti pengadaan brankas, oxygen dan selang gantung, lampu sirine dan lampu penerangan. Hipermawa juga menuntut Inspektorat mengaudit dana hibah yang dipakai ormas dan OKP.(prd)