BULUKUMBA, Beritasulsel.com — Satuan Lalulintas (Satlantas) Polres Kabupaten Bulukumba disebut melakukan pungutan liar (pungli) terang-terangan ke masyarakat dalam proses pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Pihak Satlantas dituding pungli lantaran pemberlakuan tarif ujian psikotes sebesar Rp.50.000 ribu rupiah.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Satuan (Kasat) Lantas Polres Bulukumba, AKP I Made Suarma membantah, dirinya menepis hal tersebut bukanlah dilakukan pihak Lantas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Itu bukan kami, pungutan itu bukan dilakukan pihak Satlantas, itu murni pihak ketiga,” ujarnya saat dikonfirmasi Beritasulsel.com, Minggu (20/01/2019).
Namun, saat ditanya mengenai perlu atau tidaknya masyarakat melampirkan keterangan psikotes tersebut, Kasat yang terbilang baru bertugas di daerah berjuluk “Butta Panrita Lopi” beberapa waktu lalu itu mengatakan mesti.
Merujuk pada UU No 22 tahun 2009 bahwa dalam pembuatan SIM harus sehat jasmani dan rohani, sehat jasmani dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter dan rohani dari psikologi.
“Kita dari satuan lalu lintas tidak ada kaitan dengan psikologi. Aturan menarik biaya psikologi bukan kewenangan dari lalu lintas itu murni dari pihak ketiga yaitu psikologi, jadi pemberitaan yang beredar itu salah, mohon dijelaskan kembali ke masyarakat merujuk dalam UU nomor 22 tahun 2009,” tutup I Made Suarma.
Seperti diketahui, tudingan pungli Satlantas tersebut viral dan menjadi perbincangan warga Bulukumba setelah di soroti salah seorang aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bulukumba, Suandi Bali dan ramai diberitakan.
Suandi menyebut dengan adanya psikotes untuk mengurus SIM seharga Rp.50.000 ribu, maka itu adalah pungli nyata.
“Adakah UUD yang mengatur persoalan itu?, Adakah mengatur persoalan itu,” ujar Suandi yang juga sempat mem-posting ke Sosial Media (Facebook) beberapa waktu lalu.
Selain itu, dirinya juga protes, apakah masyarakat harus dijadikan korban dari peraturan Kapolri (PERKAP).
“Bukankan peraturan Kapolri harus diberlakukan pihak kepolisian. Memungut dan menghimpun dana dari masyarakat harus diketahui oleh pemerintah terkait dan landasan yang digunakan adalah perda atau UUD, ketika itu terjadi, maka itu adalah pungli yang dilakukan pihak kepolisian,” sebut Suandi.