Beritasulsel.com – Suara takbir, tahmid, dan tahlil, yang menggema sudah mulai terdengar dari kota hingga pelosok desa.
Tanda hari Hari Raya Idul Fitri akan segera tiba.
Perayaan Idul Fitri adalah salah satu momen bahagia bagi umat muslim.
Semua orang menyambutnya dengan suka cita, karena mereka bisa berkumpul bersama keluarga, kerabat dan masyarakat lainnya di hari itu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bisa berkumpul bersama orang-orang tercinta dihari lebaran adalah dambaan setiap orang.
Tak terkecuali, bagi masyarakat Dusun Teteaka, Desa Tambangan, Kec. Kajang, Kab. Bulukumba yang setiap tahunnya melaksanakan tradisi “A’bacadoang” atau membaca doa (dalam bahasa Indonesia).
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT karena telah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.
A’bacadoang adalah salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat Kajang secara turun temurun dalam menyambut hari raya Idul Fitri.
Tradisi A’bacadoang biasanya dilaksanakan sehari sebelum lebaran sampai 3 hari setelah shalat Idul Fitri dilaksanakan.
Dalam pelasaksanaanya, tradisi A’bacadoang menjadikan makanan dan minuman sebagai unsur terpenting di dalamnya.
Biasanya, tamu yang hadir disuguhkan makanan khas daerah Kajang seperti Burasa atau buras, Legese, Kampalo, Roko-Roko unti, Gogoso, dan daging ayam atau sapi sebagai lauk.
Untuk minuman penutup, tuan rumah biasanya menyajikan es buah, pisang goreng, pisang ijo, teh, dan tentunya kopi hangat sebagai minuman favorit bagi orang tua.
Selain itu, hal terpenting yang harus ada dalam acara ini adalah berkumpulnya sanak keluarga sahabat dan tetangga sebagai ajang silaturahmi untuk mempererat tali silaturahim diantara mereka.
Di waktu yang bersamaan pak imam atau pemimpin doa dalam tradisi tersebut melaksanakan tugasnya setelah semua yang butuhkan sudah tersedia.
Menariknya, ritual A’bacadoang dipimpin oleh imam mesjid dikampung tersebut.
Posisi badan saat membaca doa persis berada didepan makanan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Lantunan sholawat, dzikir dan bacaan Al-quran menjadi warna tersendiri dari proses A’bacadoang.
Sebagai inti dari acara ini. diakhir, pak Imam membacakan doa keselamtan bagi masyarakat sekitar terutama bagi pemilik rumah dan keluarganya.
Bahkan mengirimkan doa untuk keluarga yang sudah meninggal.
Pada Rabu 5 Mei 2019 atau bertepatan Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriyah adalah salah satu momen paling indah bagi Syamsinar karena bisa melaksanakan ritual A’bacadoang sebelum merayakan Idul Fitri bersama keluarga.
Bagi Syamsinar, (masyarakat Kajang) tradisi A’bacadoang sudah dilakukan sejak dari nenek moyang mereka yang terus di pertahankan sampai hari ini.
Ibu dari empat anak ini menambahkan, tradisi tersebut sebagai salah satu wadah untuk bersilaturahmi dengan masyarakat sekitar agar kebersamaan akan terus terjaga.
“ini mi kebiasaannya masyarakat disini. Dari zaman nenek moyangnya ji masyarakat na lakukan ini. Bagus ki ini acara ka bisaki bersilaturahmi sama orang-orang kampung lainnya.
Dan yang pasti bisa hubuganta tetap terjaga dengan baik” jelas Syamsinar saat ditemui penulis dirumahnya selasa /04/05/2019.
Hal senada juga disampaikan oleh Abd. Salam mengenai tradisi A’bacadoang. Menurutnya selain menjaga menjaga hubungan sosial di masyarakat, tradisi ini juga mampu meningkatkan nilai-nilai ibadah disi Allah SWT..
“A’bacadoang itu memiliki nilai ibadah didalamnya karena kita memberi orang makanan untuk berbuka puasa.
Dan yang paling utama adalah berzikir ki dan mengaji sebelum berdoa bersama-sama” tambah salah seorang imam tertua di Kajang Kab. Bulukumba.
Penulis: Ahmadi Mahasiswa Prodi KPI FDK UINAM