Parepare, Sulsel – Kegiatan pengerukan lahan di kawasan Gunung Tolong, Jalan M Husain, Kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, menjadi atensi serius masyarakat pemerhati lingkungan hidup, Forum Komunitas Hijau (FKH) Parepare. Itu karena pengerukan yang sudah berlangsung sekitar empat bulan tersebut, ditengarai tidak kantongi dokumen izin lingkungan.
Karena itu, Ketua FKH Parepare, H Bakhtiar Syarifuddin (HBS) mendesak Wali Kota Parepare untuk melakukan tindakan penghentian secara total demi penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup.
“Menurut laporan warga sekitar lokasi tersebut, kegiatan ini sudah berlangsung sejak empat bulan yang lalu. Saya juga baru ketahui hari ini Rabu, 27 Juli 2022, setelah ada laporan warga yang sudah resah,” ungkap HBS, sapaannya, Rabu, 27 Juli 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
HBS mengaku, sangat sesalkan ada kegiatan pengerukan lahan tanpa ada izin lingkungan. Dia menilai kegiatan pengerukan lahan yang sudah berlangsung empat bulan tanpa dokumen lingkungan, terkesan Pemerintah Kota Parepare ada pembiaran.
Dia mengingatkan, dokumen lingkungan penting diterbitkan dalam rangka memberikan kepastian bila lokasi tersebut layak untuk dimanfaatkan sesuai rencana. Sebab ada beberapa pertimbangan teknis yang harus dimiliki sebelum merubah bentang alam tersebut. “Terutama sekali, apakah lokasi tersebut sudah sesuai tata ruang wilayah kita,” imbuh HBS yang juga Waketum KONI Parepare.
DLH Parepare Sudah Tegur
Kepala Bidang Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Parepare, Jenamar Aslan yang dihubungi terpisah, mengungkapkan, kegiatan tersebut dimungkinkan wajb memiliki AMDAL. Di mana luas lokasi pengerukan kurang lebih 10 hektare. Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2021 tentang Jenis Usaha/kegiatan yang wajib AMDAL, UKLUP, dan SPPL.
“Untuk kegiatan pemotongan bukit lebih dari 500 ribu M3 volume urugan material wajib Amdal. Karena harus dikaji kegiatan ini dapat mempengaruhi wilayah sekitarnya termasuk dapat mempengaruhi sistem tata air yang ada pada kawasan luas secara drastis,” terang Jenamar.
Jenamar juga menekankan, perlu disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare apakah lokasi ini dapat dilakukan kegiatan pembangunan perumahan atau kegiatan pengerukan lahan seperti itu. “Hal ini dapat dipertanyakan pada Dinas Tata Ruang,” pinta Jenamar.
Begitu juga, kata dia, terkait mengenai kegiatan tersebut dapat tergolong masuk ranah pertambangan yang wajib memiliki izin pengangkutan dan penjualan material, apabila material itu dijual atau di bawah ke lokasi lain untuk dikomersialkan.
Jenamar mengaku, pelaku sudah diberikan Sanksi Administrasi berupa Surat Teguran oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Parepare per tanggal 4 Maret 2022. Di dalam surat teguran ada 3 poin. Yakni berhenti melakukan kegiatan pengerukan tersebut, dan berkoordinasi dengan Lurah dan Camat terkait tujuan dari pengerukan dimaksud, serta meminta izin kepada Pemerintah Kota Parepare untuk melaksanakan kegiatan yang mau dibangun pada lokasi tersebut.
“Sebab kegiatan itu berpotensi besar menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yakni longsor serta limpasan air (run off) di wilayah masyarakat sekitar,” beber Jenamar.
Namun diakui Jenamar, beberapa bulan kemudian setelah keluarnya surat teguran itu, kembali pelaku melakukan pengerukan lagi tanpa Izin.
Maka DLH Parepare, kata dia, telah mengadukan hal ini kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan (BPPHL) Wilayah Sulawesi untuk ditindak lanjuti sesuai dengan penegakan hukum selanjutnya.
Selain itu sesuai informasi, kasus ini juga sudah ditangani oleh Polres Parepare.
Hari ini, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Satuan Polisi Pamong Praja serta Camat Bacukiki Barat bersama pemerhati lingkungan yakni Forum Komunitas Hijau dan Badan Lingkungan Hidup Pemuda Pancasila Parepare, telah melakukan penijauan lokasi dan memberhentikan kegiatan dimaksud. (*)