Salah satu nasabah Bank BRI Cabang Bantaeng berinisial (EP) menghubungi Beritasulsel.com dan curhat tentang peristiwa yang dia alami terkait dengan proses lelang agunan yang dia nilai tidak masuk akal sehingga dia dirugikan ratusan juta rupiah.
“Saya menghubungi Beritasulsel.com karena pernah saya liat ada berita terkait dengan proses kredit yang bermasalah di beritakan oleh media Beritasulsel.com dan itu menjadi viral pada tahun 2021 lalu”, ungkap EP saat ditemui Beritasulsel.com KaBiro Bantaeng pada akhir Oktober 2022.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
EP pun bercerita bahwa peristiwa yang dia alami ini terjadi pada akhir 2018 silam.
“Kami ini adalah wiraswasta yang menjual kuliner di pusat kota Bantaeng dan menjadi nasabah Bank BRI Cabang Bantaeng sejak tahun 2010an”.
“Seiring berjalannya waktu dan usaha kami mengalami peningkatan, orang tua kami pada tahun 2017 mengambil kredit dengan nilai ratusan juta rupiah untuk mengembangkan usaha kami”.
“Apalagi pada saat itu, ada karyawan Bank BRI Cabang Bantaeng yang mendatangi orang tua kami dan menawarkan kredit dengan jaminan agunan sertifikat bangunan rumah dan bisa megajukan kredit dengan nilai ratusan juta rupiah”.
“Orang tua kami pun mengambil kredit senilai 300 juta rupiah dengan jaminan agunan sertifikat bangunan rumah di Be’lang”.
“Dana 300 juta itu, orang tua kami gunakan untuk beli lokasi dan bangun sebuah ruko di Jalan Mangga”.
“Setelah bangunan ruko kami selesai, orang tua kamipun kembali berkomunikasi dengan bagian kredit Bank BRI Cabang Bantaeng untuk menambah pinjaman sebagai modal usaha”.
“Bagian kredit BRI Cabang Bantaeng pun menyetujui penambahan kredit itu dengan catatan menambahkan jaminan agunan”.
“Sertifikat bangunan ruko kami pun dijadikan tambahan agunan untuk menambah pinjaman di BRI Cabang Bantaeng”.
“Awalnya kami minta 200 juta sebagai modal untuk usaha, tapi yang di acc hanya 100 juta”.
“Jadi total kredit kami di BRI Cabang Bantaeng itu sekitar 400 juta dengan jaminan 2 agunan sertifikat”.
“Seiring berjalannya waktu, kami pun telah melakukan kewajiban dengan membayar angsuran kredit senilai 17 juta rupiah setiap bulannya. 6 bulan angsuran kami berjalan normal. Tiba tiba orang tua kami sakit dan usaha kami mengalami penurunan sehingga pemasukan berkurang”.
“Kami lalu mendatangi Bank BRI Cabang Bantaeng dan meminta keringanan”.
“Kami sampaikan kepada bagian kredit BRI Cabang Bantaeng bahwa kami akan menjual bangunan ruko itu untuk menutupi semua kredit kami”.
“Kami juga telah menemukan orang yang siap membeli ruko kami”.
“Saat itu ruko kami ditawar 600 juta rupiah, namun saya minta kepada calon pembeli 700 juta rupiah dan calon pembeli itu mau membeli 700 juta rupiah dengan catatan diberikan sedikit waktu”.
“Waktu berjalan dan bagian kredit BRI Cabang Bantaeng pernah sekali mendatangi kami dan menyampaikan sebuah surat untuk ditanda tangani”.
“Ketika saya bertanya itu surat apa? Dijawab surat penyampaian biasa”.
“Setelah saya tanda tangani, beberapa hari berikutnya barulah disampaikan bahwa itu surat penyampaian lelang agunan kami”.
“Saya pernah ditelpon sama bagian kredit BRI Cabang Bantaeng dan saya katakan sabar dulu pak. Karena sedang proses negosiasi dengan calon pembeli untuk kesepakatan harga”.
“Bagian kredit BRI Cabang Bantaeng pun bertanya ke saya, siapa calon pembelinya dan dimana alamatnya?”.
“Fikiran saya waktu itu, dengan menyampaikan kepada bagian Kreditur BRI Cabang Bantaeng tentang calon pembeli ruko kami, maka urusan kami akan semakin di permudah”.
“Ternyata sejak saya berikan datanya, calon pembeli itu tidak pernah lagi menghubungi saya dan tiba-tiba di umumkan bahwa calon pembeli ruko saya itu adalah pemenang lelang”.
“Saya heran dan bertanya dalam hati. Kok bisa begini?!”.
“Awalnya sudah ada kesepakatan harga jual 700 juta dengan calon pembeli, sekarang malah jadi pemenang lelang dengan nilai 400 juta”.
“Selanjutnya pak polisi datang menyampaikan untuk segera mengosongkan ruko itu. Saya tambah heran karena sampai sekarang pun saya belum menerima salinan putusan M.A terkait putusan pemenang proses lelang itu”.
“Jujur, orang tua saya sakit keras dan meninggal dunia pada tahun 2020 lalu akibat memikirkan masalah kredit ini”.
Setelah EP curhat, Beritasulsel.com kemudian menghubungi PH Arni Yonathan SH yang diketahui bahwa Arni Yonathan SH bersama Lembaga Poros Rakyat Indonesia (LPRI) ini adalah Tim Kuasa Hukumnya EP.
Ditemui Beritasulsel.com pada Selasa (1/11/2022). PH Arni Yonathan SH mengatakan bahwa Kantor BRI Cabang Bantaeng diduga telah melanggar aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) dimana agunan nasabah di lelang tanpa ada pemberitahuan kepada pemilik agunan.
“Sudah 2 kali kami ke BRI Cabang Bantaeng dan ingin menemui Pimcab serta bagian kredit dan mempertanyakan masalah ini. Namun sepertinya mereka ini enggan menemui kami”, kata Arni Yonathan SH.
“Berkali kali saya telpon, tapi tidak dijawab”, ketus Arni.
“Hari pertama dihubungi via whatsapp, alasan yang diberikan sedang di luar kantor melakukan survey”, ungkap Arni.
“Hari kedua dihubungi kembali, alasannya sama. Sedang di luar kantor lagi survey”, kata Arni.
“Saya melihat ini Pimpinan Cabang (Pimcab) dan bagian perkreditan BRI Cabang Bantaeng bekerja tidak profesional. Karena sepertinya mereka menolak ditemui untuk memberikan klarifikasi”, kata Arni.
“Saat saya berada di BRI Cabang Bantaeng dan bertanya kepada karyawan yang berada disana, tidak ada satupun yang memberikan informasi terkait permasalahan jual agunan nasabah tersebut”, ujarnya.
Arni Yonathan SH menilai bahwa bangunan ruko klien-nya yang saat ini sudah di lelang dan masuk tahap eksekusi itu tidak masuk akal dan banyak kejanggalan dalam proses lelangnya.
“Ruko yang di lelang seharga dengan hutang kredit dan bukan harga dari harga pasaran, sehingga kuat dugaan kami ada campur tangan oknum karyawan BRI Cabang Bantaeng dengan pemenang lelang dianggap bekerjasama dalam proses lelang itu”, katanya.
“Yang namanya lelang itu, di ikuti oleh banyak peserta lelang, ini kok cuma satu yang ikut lelang dan tiba-tiba dijadikan pemenang lelang”, kata Arni.
Kuasa Hukum EP, Arni Yonathan SH juga mempertanyakan kenapa Klien kami sebelumnya pernah dimintaki untuk membayar 20 juta rupiah untuk menunda lelang.
“Untuk mengambil agunan pertama juga disuruh bayar 7,5 juta rupiah”, kata Arni.
“Kok ada yang seperti ini, ada apa dengan pihak BRI Cabang Bantaeng?”, tanyanya.
“Yang paling mengherankan buat saya adalah harga agunan milik Klien kami pada tahun 2018 itu senilai 800 juta rupiah, lalu pihak Bank BRI Cabang Bantaeng melelang senilai 419 juta rupiah sesuai harga pinjaman. Kemudian angsuran pembayaran yang sudah masuk tidak dihitung. Ditambah lagi ada 2 agunan yang dijaminkan. Kok jaminan yang pertama ditahan sampai 4 tahun lamanya, bahkan sampai saat ini belum dikembalikan dengan alasan harus membayar lagi senilai 7,5 juta rupiah. Padahal ketika agunan kedua dilelang, semua itu sudah lunas dengan sendirinya. Ini tidak wajar dan aneh!!!”, jelasnya.
Arni Yonathan SH menjelaskan sesuai aturan perbankan bahwa agunan yang akan dilelang oleh Bank harus mematuhi prosedur hukum. Hal ini sesuai dengan Klausul yang sudah tertuang pada Pasal (1) Angka (1) Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan hutang, Akta Perjanjian Hak Tanggungan (APHT) dan digunakan sebagai hal terakhir ketika seseorang sudah tidak mampu melakukan pelunasan.
“Sebelum masuk dalam tahap lelang, maka pihak yang memiliki tanggungan harus dideklarasikan kebangkrutannya oleh Bank yang bersangkutan. Dan ketika masih ada aset berjalan atau pemasukan yang dimiliki APHT tidak berlaku, maka seseorang masih diberikan kemudahan pelunasan hutang dan boleh melakukan klaim kembali pada pihak Bank yang melakukan lelang”, jelas Arni Yonathan SH.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Bank BRI Cabang Bantaeng belum ada konfirmasi untuk bertemu langsung. Hanya melalui pesan whatsapp salah satu staf Bank BRI cabang Bantaeng dengan jawaban singkat bahwa Pimpinan Cabang dan Bagian Perkreditan BRI Cabang Bantaeng lagi berada diluar kantor dan sedang melakukan survey.