Beritasulsel.com – Setiap daerah di Indonesia memiliki harta kuliner yang tak ternilai harganya, dan kisah dibalik hidangan tradisional sering kali menyimpan kejutan menarik.
Salah satu contoh nyata adalah Pallubasa, saudara tanding yang lezat dari Coto Makassar, sebuah hidangan ikonik dari Sulawesi Selatan.
Coto Makassar:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi banyak wisatawan nusantara yang berkunjung ke Makassar, Coto Makassar adalah sajian yang tak boleh dilewatkan. Hidangan ini sangat populer di Sulawesi Selatan, dan sebagian besar warung Coto Makassar dapat dengan mudah ditemukan di jalan-jalan protokol dan pusat perbelanjaan seperti mall.
Konon katanya, Coto Makassar sudah ada sejak zaman kerajaan Gowa pada tahun 1538 Masehi. Hidangan ini mirip dengan sup daging sapi, namun memiliki bumbu yang kaya rempah, memberikan cita rasa yang unik dan khas.
Rahasia Kelezatan Coto Makassar Terletak pada 40 Jenis Bumbu
Salah satu rahasia kelezatan Coto Makassar adalah penggunaan lebih dari 40 jenis bumbu lokal yang dicampur bersama. Ini termasuk kacang, kemiri, cengkeh, pala, foeli, sereh, lengkuas, merica, bawang merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seledri, daun perei, lombok merah, lombok hijau, gula tala, asam, kayu manis, garam, pepaya muda untuk melembutkan daging, dan kapur untuk membersihkan jeroan.
Rasa dan aroma istimewa yang dihasilkan oleh bumbu-bumbu ini juga berfungsi sebagai penawar zat-zat yang terdapat dalam hati, babat, jantung, dan limpah yang mengandung kolesterol tinggi.
Pallubasa: Makanan Murah untuk Kelas Pekerja
Pallubasa, saudara tanding Coto Makassar, memiliki cerita yang tak kalah menarik. Awalnya, hidangan berkuah ini ditujukan untuk kelas pekerja seperti kuli bangunan, tukang becak, dan pekerja lainnya. Alasannya adalah karena Pallubasa terbuat dari bagian sapi yang tidak digunakan oleh pemiliknya tetapi diberikan kepada pemotong sapi sebagai upah atau “tawana papolonga.”
Bagian-bagian sapi yang tidak digunakan ini meliputi bakal susu, baluta (darah segar sapi yang dibekukan), susu sapi, biji pelir sapi, usus lurus, Latto-latto’ (bagian daging yang bercampur dengan tulang rawan), dan gantungan jantung. Papolong, pemotong sapi, kemudian mengolah sisa-sisa ini menjadi makanan yang dikenal sebagai Pallubasa.
Perbedaan yang Mencolok
Meskipun Coto Makassar dan Pallubasa tampak serupa pada pandangan pertama, keduanya memiliki perbedaan yang mencolok dalam proses memasak dan penyajian. Jeroan untuk Pallubasa direbus dalam waktu yang lama, lalu diiris dan disajikan dalam mangkuk.
Perbedaan utama terletak pada kuah Pallubasa yang diperkaya dengan kelapa parut yang telah disangrai, memberikan kuah yang kental dan gurih dengan aroma yang begitu menggoda. Pallubasa juga sering disajikan dengan telur ayam setengah matang, menambah kelezatannya.
Kuliner yang Menghangatkan Perut
Saat ini, Pallubasa terasa sempurna jika disajikan dengan nasi putih yang masih panas. Meskipun pada awalnya dianggap sebagai hidangan murah untuk kelas pekerja, Pallubasa telah menjadi hidangan yang disukai oleh banyak orang dan menjadi bagian penting dari warisan kuliner Sulawesi Selatan.
Kuliner adalah cara yang sempurna untuk menjelajahi budaya dan sejarah suatu daerah, dan Pallubasa adalah contoh nyata tentang bagaimana hidangan sederhana bisa memiliki cerita yang mendalam dan cita rasa yang tak terlupakan. Jadi, saat Anda berkunjung ke Makassar, jangan lupa untuk mencicipi Pallubasa dan merasakan kelezatannya yang autentik! (***)