Beritasulsel.com – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum, Soetarmi SH MH menyampaikan Siaran Pers terkait dengan penyerahan Tersangka dan Barang Bukti (BB) Kasus Korupsi dugaan Mafia Tanah pada kegiatan pembayaran ganti rugi lahan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Pasellorang di Kabupaten Wajo, Tahun 2021. Kamis, (22 Februari 2024).
Berikut kutipan Siaran Pers Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: PR-274/P.4.3.6/Kph.3/10/2023 yang dibacakan oleh Kasi Penkum Soetarmi SH MH:
Berkas Perkara Lengkap:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah menerima penyerahan 6 orang Tersangka dan Barang Bukti (BB) dari Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel dalam perkara Tindak Pidana Korupsi dugaan Mafia Tanah pada kegiatan pembayaran ganti rugi lahan untuk Proyek Strategis Nasional pembangunan Bendungan Pasellorang di Kabupaten Wajo tahun 2021”.
Adapun ke 6 Tersangka tersebut, yaitu:
1. AA (selaku Ketua Satgas B pada Kantor Pertanahan Kab.Wajo).
Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: 228/P-4/Fd2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
2. ND (selaku Anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat).
Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: 232/P 4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
3. NR (selaku Anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat).
Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: 229/P4/Fd 2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
4. AN (selaku Anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat).
Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: 233/P4/Fd 2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
5. AJ (selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) dan juga selaku Kepala Desa Paselloreng, Kec.Gilireng, Kab.Wajo).
Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: 231/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
6. JK (selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) dan juga selaku Kepala Desa Arajang, Kec.Gilireng, Kab.Wajo).
Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: 230/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
“Bahwa AA, ND, NR, AN, AJ dan JK ditetapkan sebagai Tersangka setelah Penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP”.
“Penuntut Umum menerima Penyerahan Tersangka dan Berita Acara Barang Bukti dari Penyidik Pidsus Kejati Sulsel bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 A Makassar”.
“Selanjutnya dilakukan tindakan penahanan kepada para Tersangka masing-masing selama 20 hari, terhitung mulai hari Rabu (21 Februari 2024) s/d hari Senin (11 Maret 2024)”.
“Alasan Jaksa Penuntut Umum melakukan Penahanan kepada para Tersangka karena dikhawatirkan para tersangka akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana”.
“Bahwa Penuntut Umum Kejati Sulsel juga telah menerima penyerahan tanggungjawab beberapa barang bukti serta asset para Tersangka untuk dipertimbangkan sebagai pengembalian kerugian keuangan negara atau sebagai pidana tambahan berupa merampas hasil kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 18 huruf (a) Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 Junto Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.
“Adapun asset bergerak milik para Tersangka yang berhasil disita yaitu berupa 3 tanah dan bangunan, antara lain 1 unit rumah dan tanah yang terletak di Perumahan Bumi Aroepala Grand Phinisi Blok U Nomor 30 type 40 di Kecamatan Samba Opu, Kabupaten Gowa milik Istri tersangka AA. 1 unit rumah dan tanah di Perumahan Bumi Aroepala Grand Phinisi Blok U Nomor 14 type 40 di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa milik adik Ipar tersangka AA. Dan 1 unit rumah dan tanah di Perumahan Villa Mutiara VIIl/22 Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar milik Istri tersangka AA (05/02/2023)”.
“Sedangkan untuk asset berupa barang bergerak milik para Tersangka yang berhasil disita yaitu 9 unit Mobil dan 1 unit Motor, antara lain 1 unit mobil Hilux, 2 unit mobil truck Dyna, 1 unit mobil Avanza, 1 unit mobil Rush, 1 unit mobil Raize, 1 unit mobil Innova, 1 unit mobil pick up Grandmax, 1 unit mobil HRV, 1 unit motor Honda CRF dan 1 unit motor honda Beat”.
Adapun kasus yang menjerat dan menjadikan AA sebagai Tersangka dan sebagai orang yang turut serta atau bersama-sama dengan tersangka ND, NR, AN, AJ dan JK sebagai berikut:
“Pada tahun 2015, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang melaksanakan pembangunan Fisik Bendungan Passeloreng di Kecamatan Gilireng, Kab.Wajo”.
“Lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo diantaranya terdapat lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Laparepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Passeloreng dan Kabupaten Wajo yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai Kawasan Hutan HPT”.
“Selanjutnya dilakukan proses perubahan kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan, salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Panselloreng di Kabupaten Wajo”.
“Pada tanggal 28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor: SK 362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 91.337 Ha (Sembilan puluh satu ribu tiga ratus tiga puluh tujuh Hektar), perubahan fungsi Kawasan Hutan seluas 84.032 Ha dan penunjukan Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas +1.838 Ha di Provinsi Sulawesi Selatan”.
“Setelah mengetahui adanya Kawasan Hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan Bendungan Paselloreng, maka tersangka AA (selaku Ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo) memerintahkan beberapa Honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) sebanyak 246 Bidang Tanah secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021”.
“Lalu SPORADIK tersebut diserahkan kepada tersangka AJ selaku Kepala Desa Paselorang untuk ditandatangani dan tersangka JK selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani SPORADIK untuk tanah eks Kawasan yang termasuk di Desa Arajang”.
“Bahwa isi SPORADIK diperoleh informasi dari Tersangka ND, Tersangka NR dan Tersangka AN selaku Anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat yang mana isi SPORADIK yang dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta dilapangan”.
“Bahwa oleh karena 241 bidang tanah tersebut merupakan eks Kawasan Hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, maka pembayaran terhadap 241 bidang tanah telah merugikan keuangan negara sebesar Rp.13.247.332.000,- berdasarkan hasil perhitungan BPKP Provinsi Sulsel”.
Pasal yang disangkakan:
PRIMAIR:
Pasal 2 Ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
SUBSIDAIR:
Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Jaksa Penuntut Umum Kejati SulSel mengagendakan pekan depan untuk melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar untuk disidangkan,” pungkas Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi SH MH.(**)