Bantaeng, Sulsel – Firmansah Koesyono Efendi atau yang lebih akrab disapa Firman ini adalah salah satu Mahasiswa pendidikan Strata 2 di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Anak muda kelahiran Bantaeng tahun 1995 ini, menuangkan pemikirannya terkait dengan ungkapan sebuah ulama besar yang juga mantan Presiden R.I, KH. Abdurahman Wahid yang mengatakan “Keberhasilan Pemimpin Diukur Dari Kemampuan Mereka Dalam Mensejahterakan Masyarakat Yang Mereka Pimpin”.
Berikut ini kutipan tulisan Firmansah Koeswoyo Efendi terkait dengan tajuk diatas yang dikirim ke Beritasulsel.com pada Minggu (25 Juni 2023) :
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Perhelatan pesta demokrasi sudah sangat santer diperbincangkan pada berbagai kesempatan.
Diketahui, pemilihan Eksekutif dan Legislatif akan digelar pada tahun 2024 yang merupakan pesta demokrasi terbesar di tanah air ibu pertiwi yang dilakukan 5 tahun sekali berdasarkan UUD 1945 dan sesuai dengan ketentuan pasal 22E ayat 6.
Para publik figur telah bermunculan yang ditandai dengan pendaftarannya di KPU sebagai Bakal Calon Legislatif (Bacaleg).
Pasca pendaftaran itu, spanduk pun terpasang berjejeran pada beberapa tempat tertentu disetiap wilayah daerah pemilihannya.
Calon yang akan berkompetisi pada kesempatan tersebut, merupakan putra-putri yang dijagokan oleh masing-masing pendukung dan juga rekomendasi Partai Politik dengan brending pada tujuan utama untuk mendapatkan kursi kepemimpinan.
Tulisan ini mengelaborasi demokrasi dan pendidikan, serta tidak berfokus pada dua frasa tentang defenisi demokrasi dan pendidikan.
Hal ini lebih condong pada urgensi pendidikan dalam mengambil tatanan demokrasi untuk mewujudkan pemimpin berlandaskan pada prinsip mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai yang termaktub dalam Amanat UUD 1945.
“Jadikan demokrasi sebagai wadah pendidikan”.
Saya mengajak seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih untuk menjadikan pesta demokrasi sebagai bentuk pemersatu.
Walau kita berbeda pilihan, bukan berarti kita akan menjadi manusia disintegrasi yang tidak memegang teguh bunyi Sila ke-3 pada Pancasila.
Potret demokrasi pada tahun-tahun sebelumnya menjadikan kita bijak dalam menentukan pilihan dan menjadikan kita sebagai pribadi konsistensi.
Sebagai mahluk sosial dan terdidik dalam glosarium, manusia diketahui merupakan kaum intelektual dan dalam dunia pendidikan dan ada satu pembelajaran dikenal sebagai problem solving.
Konsep ini dijadikan sebagai ekspektasi terbesar terhadap pemangku kebijakan dalam upaya memberikan kepastian kesejahteraan sosial, penciptaan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka kemiskinan. Problematika ini terus membanyangi sendi kehidupan masyarakat kelas proletariat.
Selain itu, untuk mengangkat pilar pembelajaran dari UNICEF tentang learning to live together, ditekankan agar dapat bergandengan bersama demi mewujudkan cita-cita dan dapat hidup rukun secara harmonis sehingga dapat menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai pedoman untuk melangsungkan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Disisi lain, mari kita jadikan fundamental tentang apa yang menjadi tujuan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.87 Tahun 2017 yang menyatakan dengan adanya fondasi karakter seseorang yang kuat, menjadikan demokrasi dalam menentukan pemimpin di masa akan datang membawa perubahan signifikan serta dapat terhindar dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Demokrasi memberikan ruang pada seluruh elemen masyarakat sebagai pemegang kedaulatan, menyandarkan harapan besar kepada pemimpinnya.