Makassar – Kasus kaburnya narapidana Anas bin Daman dari sel isolasi Rutan Kelas IIB Sinjai terus menuai sorotan tajam. Tak hanya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bereaksi keras, Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan (Sulsel) juga turut bersuara lantang. Mereka menyebut insiden ini sebagai bukti adanya pelanggaran regulasi serius dalam sistem pemasyarakatan.
Anas, yang baru mendekam selama 36 hari karena kasus pencurian dan penadahan, berhasil melarikan diri dengan menjebol plafon sel merah pada Rabu pagi, 2 Juli 2025. Aksi nekat itu baru disadari petugas saat pukul 07.00 WITA. Direktur PUKAT Sulsel, Farid Mamma, menilai pelarian ini bukan sekadar soal plafon yang rapuh atau petugas yang lengah. Menurutnya, ini adalah cermin dari rusaknya sistem pengamanan dan lemahnya tanggung jawab manajerial.
“Ini bukan hanya soal eternit yang jebol, tapi bobroknya kepatuhan terhadap regulasi yang seharusnya mengikat setiap kepala UPT pemasyarakatan. Pengawasan runtuh bersamaan dengan tanggung jawab struktural yang abai,” tegas Farid kepada awak media, Kamis (3/7/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
PUKAT mencatat ada empat regulasi penting yang diduga dilanggar:
- UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, mewajibkan pengamanan maksimal di tiap UPT.
- Permenkumham No. 8 Tahun 2024 mengatur inspeksi berkala terhadap kondisi fisik bangunan, termasuk plafon.
- Permenkumham No. 33 Tahun 2015 menetapkan kepala rutan sebagai penanggung jawab utama pengamanan, termasuk patroli malam bersilang.
- PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN. Melarang kelalaian yang berdampak sistemik.
Farid menegaskan, bila terbukti lalai, Kepala Rutan bisa dikenai sanksi tegas hingga pencopotan jabatan. “Jangan jadikan ini hanya kesalahan teknis. Harus ada pertanggungjawaban struktural yang nyata,” tegasnya.
Karutan Sinjai, Darman Syah, mengakui adanya celah dalam sistem keamanan dan telah melaporkan insiden tersebut ke Kanwil Ditjenpas Sulsel.
Ia juga menyatakan telah memperketat pengamanan dan membentuk tim pencarian bekerja sama dengan Polres Sinjai, Kodim 1424, hingga Polres Bantaeng.
Namun PUKAT menilai reaksi itu tidak cukup. PUKAT mendesak dilakukannya audit independen menyeluruh oleh Kemenkumham, Ombudsman, dan Komnas HAM. Selain itu, mereka juga merekomendasikan sanksi bertingkat kepada jajaran yang lalai, serta publikasi hasil audit dan akses terbuka ke CCTV dan dokumen pengawasan.
“Rutan bukan laboratorium eksperimen keamanan. Jika dibiarkan, kasus seperti ini akan terus berulang dengan pelaku yang berbeda. Transparansi adalah kunci!” tandas Farid. ***