Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Agama Islam (BEM FAI) Universitas Muhammadiyah (UNISMUH) Makassar menggelar Seminar Nasional dengan tema, “Kesetaraan Gender dan Seksualias Perempuan di Indonesia” di Gedung Mukhtamar Muhammadiyah Balai Sidang. Kamis, (09/06/2022).
Di Seminar Nasional ini, pengurus BEM FAI mengundang langsung Komnas Perempuan Republik Indonesia, Prof. Alimatul Qibtiyah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain Prof. Alimatul Qibtiyah, pengurus BEM FAI juga mengundang perwakilan dari Aktivis Perempuan Kota Makassar, Indira Mulyasari Paramastuti Ilham dan perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Ledakan Penduduk Keluarga Berencana, Rahayu Juita Ghalib.
Prof. Alim, yang menjadi narasumber pertama membahasakan betapa beruntungnya umat Islam. Punya panutan, sosok Nabi Muhammad SAW.
Nabi sang pembawa rahmat. Bukan hanya untuk menyenangkan laki-laki tetapi juga bagi perempuan.
Permasalahan yang melingkupi perempuan, menurut pengamatan Prof. Alim dalam materinya meliputi, generalisasi, subordinasi, marginalisasi, dan Pelabelan negatif.
“Di era digitali, kekerasan seksual tidak hanya dalam rana fisik tapi juga non fisik. Dalam bentuk kekerasan cyber ataupun chat calling. Meskipun tidak terjadi sentuhan fisik tapi mengandung unsur pelecehan,” papar Komisioner Komnas Perempuan itu.
Lanjut dia katakan, dalam lingkup pendidikan juga banyak kekerasan seksual hal ini karena adanya relasi kuasa, pelaku memiliki posisi yang lebih unggul dibanding korban.
Indira Mulyasari, yang diberi kesempatan berbicara setelah Prof. Alim menekankan agar pemuda betul paham kesetaraan gender. Coba kita lebih ower terhadap kekerasan yang teejadi di lingkungan kita, kata dia.
“Kesetaraan gender tanggung jawab dari semua pihak. Sebagai penerus generasi, mari dari sekarang kita bikin jalan beriringan,” lanjutnya.
Tambahnya, kebijakan saat ini harus ada sekitar 30% perempuan dalam partai politik. Ini sebagai bukti, peran perempuan sangat dibutuhkan dalam kehidupan.
“Keberanian, belajar, kepercayaan diri hal yang harus dimiliki perempuan. Untuk mengeksplor dirinya,” lanjut Indira.
Sementara Rahayu Juita Ghalib, perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Ledakan Penduduk Keluarga Berencana mengajak agar mahasiswa lebih berani speak up jika menjadi korban kekerasa seksual.
“Jangan pernah takut,” tegasnya.
Pada kesempatan ini, Rahayu Juita Ghalib juga mengulas berbagai kasus kekerasa seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. Sejumlah kasus yang nyaris tidak terungkap sampai saat ini.
“Komunikasi antara anak dan orang tua mesti diperbaiki agar kekerasan seksual menurun,” kata dia.
Pelaku kekerasan seksual selalu terjadi di lingkungan pacar, teman, KDRT, sampai bapak yang menghamili anaknya. Kenapa tidak terungkap? Karena bersifat privasi, tambahnya.
“Kekerasan seksual sangat horor ketika kita meihat datanya, di Sulsel. Baik itu yang berbasis online, industri, maupun di lingkungan terdekat,” paparnya.