Beritasulsel.com – Kue Katirisala merupakan salah satu kekayaan kuliner tradisional yang berasal dari masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kue ini bukan hanya sekadar hidangan lezat dengan cita rasa gurih dan manis yang unik, tetapi juga memiliki sejarah, filosofi, dan makna mendalam yang menjadikannya lebih dari sekadar makanan.
Mari kita telusuri lebih dalam tentang pesona dan keistimewaan Kue Katirisala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejarah yang Membangkitkan Rasa Ingin Tahu
Sejarah Kue Katirisala dapat ditemukan dalam buku-buku dan tulisan-tulisan kuno, yang menyebutkan bahwa kue ini berasal dari wilayah Ajatappareng, yang meliputi Sidrap, Parepare, dan Pinrang. Meskipun belum ada catatan pasti tentang kapan kue ini pertama kali ada, diperkirakan bahwa Kue Katirisala mulai dikenal oleh masyarakat Bugis pada abad ke-17. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa kue ini sering dihidangkan dalam berbagai kegiatan tradisional, terutama di acara-acara besar yang diadakan oleh bangsawan dan di dalam wilayah kerajaan.
Filosofi Dibalik “Katirisala”
Nama Katirisala sendiri memiliki makna dan filosofi yang dalam. Kata “tiri” dalam bahasa Bugis berarti “menetes,” sementara “sala” berarti “salah” atau “tidak benar.” Ini merujuk pada lapisan gula merah pada kue ini yang unik dalam proses pembuatannya.
Biasanya, dalam pembuatan kue, ketan akan diletakkan di atas gula. Namun, dalam Kue Katirisala, urutannya terbalik, dengan gula merah di bagian atas dan ketan di bawah. Filosofi ini mengandung pesan tentang kehidupan, bahwa meskipun urutan hal-hal dalam hidup kita terbalik atau tidak seperti yang diharapkan, kita masih bisa menemukan keindahan dalam kesalahan itu.
Simbolisme dalam Rasa dan Tampilan
Katirisala bukan hanya sekadar makanan. Dalam masyarakat Bugis, gula yang manis adalah simbol kebahagiaan dan persahabatan. Lapisan manis gula merah pada kue ini melambangkan harapan agar kehidupan yang dijalani senantiasa manis dan penuh kebaikan. Sementara itu, ketan, yang merupakan simbol kekuatan, melambangkan harapan dan doa agar kehidupan kita penuh dengan kekuatan untuk menghadapi tantangan.
Keberadaan yang Perlu Dilindungi
Kue Katirisala merupakan salah satu makanan khas Sulawesi Selatan yang perlu dilestarikan. Karena itulah, kue ini diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Republik Indonesia pada tahun 2015. Keberadaannya dalam daftar ini memastikan bahwa tradisi pembuatan dan penyajian Katirisala akan terus berlanjut dan tidak hilang dari budaya Bugis.
Cara Membuat Kue Katirisala Khas Bugis
Jika Anda ingin mencoba menghidangkan Kue Katirisala di rumah, berikut adalah resep sederhananya:
Bahan untuk membuat ketan:
- 300 gr ketan putih
- 200 gr ketan hitam
- 500 ml santan sedang
- 1/2 sdt garam
Bahan untuk membuat lapisan gula merah:
- 350 gr gula merah (iris halus)
- 100 ml santan kental
- 6 butir telur
- 2 sdm gula
- 1/4 sdt vanili bubuk
Cara membuat:
- Campurkan ketan putih dan hitam, rendam dengan air panas selama 1 jam (2 jam jika menggunakan air dingin), lalu cuci bersih.
- Kukus ketan hingga setengah matang, tambahkan santan dan garam. Masak dengan api sedang sambil diaduk hingga santan meresap.
- Matikan api setelah santan terserap dan ketan setengah matang.
- Kukus ketan kembali dengan api sedang selama 15 menit.
- Sementara menunggu ketan, campurkan semua bahan lapisan gula merah, aduk hingga merata.
- Tuangkan lapisan gula merah ke atas ketan yang sudah dikukus, kemudian kukus selama sekitar 35 menit atau sampai kue padat.
- Setelah dingin, potong Kue Katirisala sesuai selera dan siap untuk disajikan.
Nikmatilah setiap gigitan dari kelezatan Kue Katirisala sambil menghargai makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya. Kue ini bukan hanya hidangan, tetapi juga sebuah cermin kearifan budaya yang patut dilestarikan. (***)