Beritasulsel.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPPPA Dalduk KB) Provinsi Sulsel bekerjasama dengan lembaga mitra USAID ERAT, menggelar Pelatihan Hak Anak bagi Petugas Layanan untuk Pencegahan Perkawinan Anak di Kota Makassar dan Kabupaten Luwu Utara. Pelatihan dilaksanakan di Hotel Remcy Makassar, Kamis, 24 Agustus 2023.
Kepala DPPPA Dalduk KB Provinsi Sulsel, Andi Mirna, mengatakan, perkawinan anak merupakan permasalahan kompleks yang melibatkan berbagai aspek, termasuk ekonomi dan budaya. Salah satu dampak yang sering timbul akibat perkawinan anak adalah kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.
“Mereka cenderung lebih rentan terhadap kekerasan fisik, emosional, dan seksual dalam hubungan perkawinan yang terjadi pada usia yang sangat muda,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, masalah stunting juga muncul karena organ reproduksi anak belum sepenuhnya berkembang, sehingga berisiko terhadap komplikasi kesehatan saat hamil dan melahirkan.
Andi Mirna menambahkan, pemerintah provinsi telah melaksanakan program yang melibatkan Dinas Pendidikan untuk mengatasi anak-anak yang putus sekolah akibat perkawinan anak. Anak-anak yang menikah pada usia dini sering kali terpaksa meninggalkan sekolah, sehingga kerjasama antara instansi yang terlibat akan membantu dalam mencari solusi untuk mengembalikan anak-anak tersebut ke jalur pendidikan.
Menurut Andi Mirna, memberikan pelatihan kepada petugas layanan adalah langkah penting untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang masalah perkawinan anak. Dengan pengetahuan yang memadai, layanan yang diberikan akan lebih efektif dalam melindungi anak-anak dari dampak negatif perkawinan dini.
“Pemerintah provinsi telah menyediakan Layanan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga). Penting untuk memberikan edukasi kepada keluarga agar mereka memahami resiko perkawinan anak dan dampaknya terhadap perkembangan anak,” jelasnya.
Selain itu, sambungnya, dalam era teknologi saat ini, perlindungan terhadap anak-anak dalam penggunaan teknologi juga perlu diperhatikan. Keluarga perlu diberikan pemahaman tentang bagaimana melindungi anak-anak dari konten berbahaya dan potensi resiko online.
“Puspaga dapat menjadi tempat bagi keluarga untuk memperoleh informasi, konseling, dan panduan terkait perkembangan anak dan upaya mencegah perkawinan anak,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, pemerintah kabupaten kota bisa menjadikan Kabupaten Wajo sebagai contoh bagaimana praktik efektif mengurangi angka perkawinan anak. Dengan melibatkan pemangku kepentingan mulai dari pemerintah hingga instansi vertikal, Kabupaten Wajo berhasil mengurangi persentase perkawinan anak. Langkah ini meliputi kampanye pencegahan perkawinan anak sampai ke desa-desa, edukasi keluarga, dan pendekatan komprehensif untuk mengubah pandangan budaya yang merugikan anak.
Andi Mirna berharap agar Kerjasama dengan lembaga seperti USAID memiliki potensi untuk memberikan dukungan yang kuat dalam upaya mencegah perkawinan anak. Selain itu, koordinasi dengan pemerintah provinsi penting untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas langkah-langkah yang diambil.
“Laporan hasil monitoring dan evaluasi akan membantu mengidentifikasi keberhasilan serta menemukan solusi untuk permasalahan yang masih ada,” imbuhnya. (*)