Parepare, Sulsel – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Parepare membenarkan adanya pemotongan tunjangan sertifikasi guru di Parepare. Namun pemotongan itu sesuai aturan yakni menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 900/471/SJ tanggal 20 Januari 2020 tentang Pemotongan, Penyetoran dan Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja Penerima Upah Pemerintah Daerah.
Besaran pemotongan iuran yang diatur dalam SE adalah 5 persen dari gaji atau upah per bulan. Itu dengan komposisi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen dibayar oleh peserta yang dibayarkan langsung kepada BPJS Kesehatan melalui Kas Negara.
Ketentuan ini berlaku bagi Pekerja Penerima Upah (PPU) yang menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah termasuk PNS guru daerah. Itu berlaku mulai 1 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Disdikbud Parepare, Arifuddin Idris mengatakan, SE Mendagri itu yang menjadi dasar Disdikbud melakukan pemotongan tunjangan sertifikasi kepada para guru penerima di Parepare.
“Pemotongan langsung dibayarkan kepada BPJS Kesehatan. Jadi sama sekali tidak ada yang tertinggal di Dinas Pendidikan,” ungkap Arifuddin Idris, Selasa, 25 Mei 2021.
Penjelasan Arifuddin sekaligus menjawab tudingan yang beredar melalui media sosial (Medsos) tentang pemotongan sertifikasi guru. Dalam sebuah akun facebook (Fb) menuding Kadis Pendidikan dan Ketua PGRI Parepare melakukan pembiaran pemotong sertifikasi guru-guru.
“Iya, saya sesalkan adanya informasi bias yang beredar di media sosial tentang pemotongan tunjangan sertifikasi guru itu. Padahal kalau dikomunikasikan dengan baik, datang langsung minta penjelasan, saya bisa jelaskan dengan baik. Tidak perlu lewat media sosial seperti itu,” kata Arifuddin sekaligus mengklarifikasi tudingan di Medsos tersebut.
Namun diakui Arifuddin, ini adalah bagian dari risiko jabatan, apalagi di era reformasi dan keterbukaan informasi publik saat ini. Karena itu, Arifuddin merasa perlu meluruskan informasi yang bias ke publik, sekaligus mengklarifikasi tudingan yang beredar di Medsos.
Disdikbud, kata Arifuddin, sudah mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mensosialisasikan tentang pemotongan itu kepada guru-guru. Di antaranya dengan mengundang semua guru penerima sertifikasi untuk disosialisasikan tentang pemotongan itu pada Oktober 2020. Karena aturan tentang pemotongan itu berlaku sejak 1 Januari 2020, sehingga dalam sosialisasi ditekankan pemotongan dilakukan sejak Januari 2020 hingga September 2020 atau sembilan bulan.
Nah, yang perlu diluruskan lagi, kata Arifuddin, saat proses pemotongan itu sempat ada kesalahan pemahaman dari operator Disdikbud yang menginput ke BPJS Kesehatan.
“Dia memotong 1 persen per bulan, sehingga secara keseluruhan 9 persen untuk 9 bulan. Sementara sertifikasi ini tidak diterima setiap bulan, melainkan per triwulan. Jadi seharusnya yang dipotong itu hanya 1 persen per triwulan, sehingga keseluruhan hanya 3 persen untuk tiga triwulan,” terang Arifuddin.
Namun, Arifuddin menegaskan, meskipun terjadi kesalahan pemotongan, dana itu sama sekali tidak masuk di Disdikbud atau rekening pribadi, melainkan semuanya masuk di rekening BPJS Kesehatan.
“Saya sudah tegur Pak Ramli (operator Disdikbud), karena tidak berkoordinasi dan melapor kepada saya terkait pemotongan itu. Padahal ada kesalahan dalam memahami aturan pemotongan itu. Tapi semua pemotongan itu masuk di rekening BPJS Kesehatan, sama sekali tidak ada di Dinas Pendidikan atau rekening pribadi,” tegas Arifuddin.
Kesalahan dalam pemotongan ini, kata Arifuddin, sudah dilaporkan ke BPJS Kesehatan, dan sudah dikembalikan ke Kas Daerah. “Saat ini sudah di Kas Daerah, jadi kami minta guru-guru bersabar dulu. Karena untuk mengeluarkan dana dari Kas Daerah butuh payung hukum seperti SK Parsial, Perwali, SK Walikota. Dan sementara ini diinput data-data berapa potongan per orang, yang akan dikembalikan langsung ke rekening guru-guru bersangkutan,” tandas Arifuddin.
Jumlah keseluruhan guru penerima sertifikasi di Parepare yang akan menerima pengembalian kesalahan pemotongan itu sekitar 800 orang. Sementara jumlah dana yang akan dikembalikan senilai total Rp678 juta. (*)