Parepare, Sulsel – Pemerintah Kota Parepare siap berkolaborasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendukung percepatan penanganan anak tidak sekolah.
Kolaborasi ini sekaligus mendukung pelaksanaan Pergub Nomor 71 Tahun 2020 tentang Penanganan Anak Tidak Sekolah.
Hal ini terungkap dalam kunjungan Tim Bappelitbangda Sulsel di Parepare, Kamis, 10 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tim diterima oleh Kepala Bappeda Kota Parepare Samsuddin Taha atas nama Pemkot Parepare dan jajaran Bappeda Parepare di ruang rapat Bappeda Parepare.
Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappelitbangda Sulsel, Dr Andi AP MSi dalam pertemuan itu mengemukakan, tim turun untuk mensosialisasikan Pergub No71 sekaligus membangun kolaborasi yang tepat dengan Pemerintah Daerah terkait percepatan penanganan anak tidak sekolah.
“Perlu kota sinkronkan data yang sama terkait anak putus sekolah, dan seperti apa kolaborasi yang tepat untuk penanganannya. Serta bagaimana kesiapan Pemerintah Daerah,” kata Dr Andi.
Kepala Bappeda Parepare Samsuddin Taha merespons positif tawaran kolaborasi Pemprov Sulsel.
“Parepare siap mendukung penanganan anak tidak sekolah. Jadi apapun program unggulan provinsi pasti Parepare dukung. Pada prinsipnya, kami siap kolaborasi untuk akselerasi percepatan penanganan anak tidak sekolah,” tegas Samsuddin Taha.
Dalam pertemuan itu terungkap, sesuai data Pemkot Parepare bahwa angka anak tidak sekolah untuk jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) terbilang rendah. Secara umum angka putus sekolah di Parepare jenjang SD dan SMP hanya 0,1 persen. Terbagi SD 0,3 persen dan SMP 0,16 persen. Tidak termasuk SMA. Jika data SMA dimasukkan, angka putus sekolah mencapai 40 persen. Namun SMA bukan kewenangan Pemerintah Daerah, melainkan Pemerintah Provinsi.
Terlihat berdasarkan angka partisipasi murni di Parepare, usia 7-13 tahun tingkat partisipasi tinggi yakni 99,62 persen, 13-15 tahun 73,63 persen, dan usia 16-18 tahun 62,5 persen. Usia 16-18 tahun adalah jenjang pendidikan SMA sederajat yang angkanya menghampiri 40 persen.
“Jadi benar SMA adalah kewenangan provinsi, tapi warganya kabupaten dan kota. Sehingga penting kolaborasi provinsi dengan kabupaten kota. Seperti apa intervensi yang bisa dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi di kabupaten kota,” tandas Dr Andi. (*)