Beritasulsel.com – Pasangan calon wali kota dan wakil Wali Kota Parepare Andi Nurhaldin Nurdin Halid-Taqyuddin Djabbar (ANH-TQ) memiliki rencana besar dalam hal kesetaraan gender ketika nantinya terpilih sebagai wali kota dan wakil wali kota Parepare periode 2024-2029.
Hal ini ditekankan jubir ANH-TQ bidang Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial(GEDSI) , Asni Tande , Selasa(01/10/2024).
“Jika ANH dan TQ insya Allah terpilih menjadi Wali kota dan Wakil Wali kota Parepare, maka akan memperdalam kapasitas staf perencana di semua SKPD agar terampil melakukan analisis GEDSI melalui alat analisis GAP dan GBS,” janjinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Asni menjabarkan pada umumnya Kementerian/Lembaga dan Pemda menggunakan Gender Analisis Patway (GAP) dan untuk mengalokasikan anggarannya menggunakan alat analisis Gender Budget Statement (GBS).
“Jika GAP dan GBS dibuat dengan baik, dalam arti dilengkapi data dan fakta yang valid, maka akan memudahkan para perencana pembangunan untuk mengidentifikasi siapa penerima manfaat yang paling tepat dari program/kegiatan pemerintah. Jika ini dilakukan dengan baik, maka tidak ada lagi yang mengatakan bahwa program/kegiatan itu salah sasaran. Mengapa salah sasaran?. Itu karena tidak diawali dengan melakukan analisis gender (GAP dan GBS),” ucapnya.
Asni menjelaskan dalam pergaulan sehari-hari termasuk di forum resmi sekalipun, kata gender sering diasosiasikan kepada perempuan. Pemahaman ini salah besar atau keliru. Gender sesungguhnya adalah pembagian peran antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara sosial. Itulah sebabnya mengapa pembagian peran antara perempuan dan laki-laki ada perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya.
“Berhubung saat ini pendekatan pembangunan bukan hanya melihat pada aspek gender saja, maka sebaiknya staf perencana di semua SKPD dalam melakukan analisis gender melalui GAP dan GBS, maka sekalian juga menganalisis pula situasi penerima manfaat penyandang disabilitas dan mereka yang masuk dalam kategori rentan dan marginal,” jelasnya.
Pengalaman di daerah lain yang berhasil membuat rencana program/kegiatan yang disertai dengan GAP dan GBS kata Asni , akan memudahkan staf SKPD tersebut ketika berhadapan dengan anggota DPRD dari komisi terkait atau Badan Anggaran.
“Rencana program/kegiatan dan anggaran yang diusulkan tidak dicoret oleh anggota DPRD, justru sebaliknya sering mengalami penambahan anggaran. Disinilah mengapa analisis gender itu (GAP dan GBS) penting diketahui oleh staf perencana,” terangnya.
“GAP dan GBS membantu pemerintah untuk menyelaraskan isu strategis dan prioritas dengan kemampuan daerah dan membantu perencana untuk melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan Pembangunan,” sambungnya.
Asni menjelaskan gender bukan jenis kelamin karena sifatnya yang sosial dan budaya, bukan biologis.
”Jadi Gender itu lebih menekankan pada identitas personal yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, sedangkan jenis kelamin lebih melihat pada perbedaan biologis fisik,” katanya.
Kesetaraan gender kata dia berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan infrastruktur, Sumber Daya Alam, dsb. Baik perempuan maupun laki-laki semuanya mendapat kesamaan dalam menikmati semua sektor pembangunan secara setara.
“Gender sebagai pendekatan pembangunan bukanlah suatu program/kegiatan tersendiri dan bukan pula meminta alokasi anggaran khusus tetapi melainkan gender itu terintegrasi pada semua sektor pembangunan. Sederhananya jika SKPD/OPD mau menyusun rencana program/kegiatan, sebaiknya mengawalinya dengan melakukan analisis gender,” tutupnya. (*)